Rabu, 09 Juli 2008

di hari pilpres 2009

Hari ini adalah hari yang penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Aku menyadari hal itu. Mungkin pengaruh latar belakang pendidikan yang aku tempuh sekarang ini sehingga aku sangat menghargai nilai sejarah dalam setiap peristiwa di negeri ini. Aku masih belajar menjadi seorang sejarawan. Belum pantas disebut sebagai sejarawan profesional. Maka, setiap peristiwa yang mengundangku untuk berpikir aku perhatikan dan akhirnya aku mencoba untuk menulisnya kembali. Itulah tugas seorang sejarawan. Menulis. Menulis sudah melekat dalam hidupku.

Hmmm... hari ini aku tidak mau membiarkan hari ini berlalu begitu saja. Terlalu berharga hari ini. Aku pun tidak mau menikmati hari ini dengan biasa. Memang, hari ini semua di sekitar tempatku tinggal semua sedang menjalankan tugasnya sebagai warga negara Indonesia. Tepatnya, hari ini adalah pilpres. Aku hanya memperhatikan keadaan sekitar tempat tinggalku hanya sesaat. Tidak ada yang membuatku untuk menulis. Jenuh.

Kemudian aku berniat melihat-lihat daerah buah batu. Aku teringat keluarga penabuh rebana itu dan tukang doger monyet itu. Aku pergi naik angkot sekitar jam 10 pagi. Aku sibuk melihat-lihat keadaan sekitar. Keluarga penabuh rebana dan tukang doger monyet itu tidak ada. Jalanan tidak lagi sesak dipenuhi baligo-baligo. Meskipun tempelan-tempelan gambar dari tiap partai masih menghiasi tembok-tembok di jalanan, di tiang listrik. Sangat mengganggu pemandangan. Masih ada baligo pasangan JK-Wiranto masih terpasang di dekat gerbang komplek perumahanku. Sebuah pelanggaran yang terabaikan.

Disekitar daerah kampus STT Telkom aku melihat dari dalam angkot ada seorang yang sedang santai bersepeda lengkap dengan pakaian ala pembalap sepeda. Seorang yang unik menurutku. Mungkinkah itu bentuk dari kejenuhan dia terhadap politik di Indonesia?

Aku merekam tempat-tempat yang aku lewati dengan camera. Sepi. Sebagian besar toko-toko tutup. Bank pun tutup. Suatu penghargaan yang tinggi bagi peristiwa pesta demokrasi ini. Tapi, angkot-angkot tetap penuh dengan penumpang yang sebagian besar pergi dengan sanak saudara. Entah mau kemana mereka.

Ada hal yang membuatku tersenyum. Pas aku menyebrang jalan ditengah kendaraan yang melintasi dengan kecepatan tinggi ada sebuah mobil yang berhenti dan mempersilahkan au untuk menyeberang. Ada juga orang yang baik hati. Sampai aku penasaran siapa orang yang mengemudikannya. Aku ingin berterima kasih pada orang itu. Hal sepele kedengarannya, tapi sudah berapa kalikah kita menunda-nunda kata terima kasih untuk orang lain dalam hidup ini?

Dalam perjalanan pulang tukang doger monyet ternyata ada di perempatan bh.batu. Mereka baru bersiap untuk memulai atraksi pertunjukkan kecil mereka. Di daerah STT Telkom ada 3 pengendara sepeda motor cross dengan kecepatan tinggi. Lumayan, aku menemukan hal-hal yang unik hari ini.

Hanya sebentar saja. Kurang lebih jam 12 siang aku pulang kerumah. Jam 13 aku dengar penghitungan suara dan mayoritas no 2. Aku teringat tadi sebelum pergi, teh devi telpon kak rahman di tebing (Sumatera). Kata kak rahman disana mayoritas mega-pro. Aku pun teringat di ponpes suryalaya mayoritas JK-Wiranto. Itulah demokrasi, semua bebas untuk memilih. Aku berharap siapapun pemimpin bangsa ini mempunyai hati yang tulus dan mampu mengentaskan kemiskinan di negeri ini. Aku jenuh dan prihatin melihat kemiskinan di sekitar. Aku ingin ada perubahan yang signifikan.

Hari ini aku terinspirasi membuat cerpen. Hari ini aku telah merekam sebagian peristiwa di sekitar.