Jumat, 14 Agustus 2009

Bangunlah Dari Mimpi!

Hampir dua bulan aku tak melihat dia. Kebiasaan melihatnya beberapa tahun terakhir telah membuatku kehilangan logika. Baru kali ini aku gunakan waktu kurang lebih dua bulan untuk menjauh dari dia dan hingar bingar kehidupan. Meski aku tahu ini hanya sesaat.

Malam ini tak sengaja saat aku berselancar di dunia maya aku menemukan suatu alasan logis bagi akal pikiranku. Satu-satunya alasan agar dapat dicerna oleh akal pikiran. Selama ini hampir saja aku kehilangan logika. Aku membaca berita di media elektronik bahwa malam ini diperkirakan akan ada hujan meteor. Itulah alasan aku untuk dapat menyendiri di tengah malam yang sunyi dan dingin ini sambil memandang langit.

Dua bulan ini aku berusaha mengelak dan membantah dengan sekuat tenaga. Aku ingin mengasingkan diri dari dia dan hingar bingar kehidupan. Tak akan ku biarkan diriku terbuai oleh mimpi lagi. Sekuat tenaga aku ingin mengembalikan akal pikiranku ke kondisi semula. Tapi tepatnya malam ini aku mencuri satu alasan agar bisa merasakan buaian mimpi itu lagi.

Di tengah malam yang sunyi dan dingin ini aku tak mampu lagi untuk mengelak dan membantah. Sungguh aku tak mampu mengelak dan membantah. Hujan meteor hanyalah sebuah alasan. Aku berbaring menengadahkan wajahku ke langit. Tak ada satu pun bintang kulihat disana. Hanya separuh bulan purnama berwarna jingga. Aku tetap berbaring ditemani alunan musik berasal dari Ipod miniku. Aku terhanyut dalam sunyi malam ini.

Tiap detik yang ku tunggu bukan kehadiran hujan meteor. Kali ini aku tengah menunggu kehadiran dia. Mungkin aku belum terbiasa dengan hal ini. Beberapa tahun terakhir aku terbiasa melihat dia. Aku sama sekali tak mempedulikan muncul atau tidaknya hujan meteor itu. Aku hanya mempedulikan kehadiran dia.

Sesekali aku menatap telepon seluler yang berada disampingku. Aku ingin sekali menghubungi dia. Sekedar memberi tahu bahwa malam ini akan ada hujan meteor. Namun aku mencoba untuk mengelak dan membantah. Aku tahu itu tak akan mengubah pendirian dia.

Akhirnya aku menghubungi sahabat, saudara sepupu, kakak tersayang dan orang-orang terdekat lainnya. Sekedar memberi tahu mereka bahwa malam ini akan ada hujan meteor. Kali ini aku terhibur oleh kehadiran mereka. Meski hanya sekedar sebuah pesan singkat. Aku merasa tak kesepian lagi.

Detik demi detik berlalu. Aku menikmati detik demi detik itu. Aku menikmati malam ini. Sungguh aku menikmati malam ini.

Entah apa yang kurasakan saat ini. Hati dan pikiran saling beradu. Keduanya saling mengisyaratkan siapa yang harus aku patuhi. Sekedar untuk menikmati malam ini. Akhirnya hati yang lebih dominan untuk malam ini. Aku terhanyut kembali dalam buaian mimpi. Mimpi mengembalikan dia dalam ingatan.

Seketika bayangan menjelma menjadi kenyataan. Aku masih bisa merasakan kejadian terakhir sebelum aku memutuskan menjauh dari dia dan hingar bingar kehidupan. Tepat dua bulan yang lalu ketika pertama kalinya dia memanggil namaku. Hanya karena dia memanggil namaku membuat aku hampir kehilangan logika. Sungguh aku pun heran dibuatnya.

Ketika aku terhanyut dalam buaian mimpi tiba-tiba aku memanggil namanya didalam hati. Aku memanggil namanya sekuat tenaga. Untuk kedua kalinya aku memanggil namanya tiba-tiba muncul satu bintang. Satu bintang yang terang benderang. Satu bintang itu seolah mengisyaratkan kehadiran dia malam ini.

Aku tersentak melihat satu bintang itu. Aku merasa itu adalah sebuah firasat. Entah kenapa firasat itu tiba-tiba muncul di hadapanku. Aku bisa merasakan firasat itu.

Seakan malam ini tak akan pernah berakhir. Aku terhanyut dalam buaian mimpi. Di tengah malam yang sunyi dan dingin. Aku sungguh menikmati tiap detiknya malam ini. Terlalu indah untuk aku lewatkan. Kehadiran dia dalam imajinasi melengkapi indahnya malam ini.

Menjelang pagi aku baru terbangun dari mimpi indahku itu. Aku merasa baru beberapa menit berbaring disana. Menyongsong pagi hari aku telah membuat sebuah keputusan besar. Keputusan besar dalam hidup. Aku berpikir untuk meninggalkan mimpi-mimpiku. "Bangunlah dari mimpi!", aku bergumam dalam hati. Itulah keputusan besar dalam hidupku. Sebuah keputusan besar yang harus kujalani semenjak hari ini sampai hari-hari berikutnya.

Aku memahami mengapa berjuang sekuat tenaga membuat keputusan besar itu. Aku tak ingin mengingat dia lagi. Aku terlalu rapuh untuk mengingat dia. Aku tahu dia tak akan bisa lepas dari kenangan manis dalam hidupnya itu. Aku tahu dia hanya terhanyut dalam mimpinya. Aku tahu di dalam mimpinya tak ada aku. Aku hanya makhluk asing baginya.

Sekali lagi aku mencoba memahami arti keputusan besar itu. Hari ini, hari esok dan hari-hari berikutnya tak akan ada dia dalam mimpiku. Kini aku telah berusaha bangun dari mimpi-mimpi itu. Aku tak ingin larut di dalamnya. Aku terlalu rapuh untuk tetap tinggal.


Bandung, 13 Agustus 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar