Senin, 30 November 2009

Isyarat

Menjelang tengah malam
aku telah melanggar janji pada diri sendiri.
Mungkinkah aku kini
telah kehilangan sebuah prinsip?
Prinsip yang amat aku junjung tinggi.
Inikah isyarat bahwa logika
telah ditaklukkan oleh perasaan?
Aku melupa bahwa aku perempuan,
makhluk yang dikuasai oleh perasaan.
Benarkah demikian?

Beribu alasan untuk menjauh
dari drama pertunjukkan yang dominan menggunakan perasaan.
Aku berpikir bahwa perasaan itu semu,
hanya sebatas imajinasi belaka.
Aku tak ingin terperosok
jauh ke dalamnya.
Aku hanya ingin dalam kehidupan nyata,
mungkinkah?
Entah apa yang telah ku bicarakan ini,
antara nyata dan semu.
Dua dunia yang menyatu dalam satu tubuh,
bernama perempuan.

Detik demi detik aku terperosok
masuk ke dalam dunia semu yang begitu melelahkan.
Semakin aku menghayati sosok dalam drama pertunjukkan itu
semakin aku menemukan sebagian yang mirip sosok dia.
Banyak hal yang amat bertentangan
dengan drama pertunjukkan itu terutama masalah budaya.
Ada beberapa yang membuat aku berdecak kagum.
Ada persamaan pemikiran tentang mempertanyakan "konsep jodoh",
terus terang aku tak sepakat dalam budaya itu.
Setiap orang mempunyai jodohnya masing-masing,
jodohnya itu dekat di hati.

Menjelang dini hari aku semakin terperosok
ke dalam dunia semu yang begitu melelahkan.
Aku berusaha tetap menggunakan akal sehat,
bagiku drama pertunjukkan itu terlalu sempurna.
Benarkah di dunia ini memiliki
sosok yang begitu sempurna?
Aku ibarat berada di negeri impian
bertemu dengan sosok yang begitu sempurna.
Sungguh sangat absurd, pikirku.

Drama pertunjukkan pun telah selesai dan aku benar-benar
telah terperosok ke dalam dunia semu yang begitu melelahkan.
Hati ini pun menjadi tak tenang,
mencoba kembali mengingat sosok dia.
Sesegera mungkin aku mengambil air wudhu
dan membaca ayat-ayat Al-Qur'an.
Aku berdo'a kepada Allah swt
agar dapat mengirimkan sebuah isyarat untuk dia.
Dia yang ku sebut namanya semoga merasakan
sebuah isyarat yang kukirim melalui perantara ayat-ayat Al-Qur'an.



Bandung, 28 November 2009
(dini hari setelah menonton film Ayat-Ayat Cinta)
melanggar janji nonton film itu karena banyak yang bertentangan dalam masalah budaya.

Angka 19

Angka 19,
sangat membekas dalam ingatan.
Tak peduli orang lain tak menganggapnya penting.

Angka 19,
sungguh hari yang penuh makna.
Dimana aku bisa sepenuhnya mengirim isyarat.

Angka 19,
hari dimana aku bisa tersenyum ketika tak ada satu orang pun bisa membuatku tersenyum.
Tak ada yang mengetahui, itu adalah kado terindah dalam hidupku.

Angka 19,
bertepatan hari ulang tahun bapak, seseorang pun mengirim isyarat penuh makna.
Aku ragu, mencoba bertanya dan mencari jawaban.

Dalam hati aku bertanya, "apa isyarat itu benar adanya?"
Aku beruntung sesuatu telah memberi sedikit jawaban akan hal itu.
Sampai detik ini aku masih meraba-raba untuk memahami isyarat itu.
Aku ingin sekali menyelami dalamnya sepasang mata itu.



Bandung, 25 November 2009

Kamis, 26 November 2009

Menemukan Sebuah Jawaban

Hidup di dalam dunia penuh kepingan puzzle kehidupan.
Menimati,menimati dan menimati tap kepingan puzzle kehidupan tanpa mengeluh sampai mana akan tersusun rapih.
Dalam menemukan puzzle kehidupan terkadang penuh pertanyaan-pertanyaan besar.
Pertanyaan-pertanyaan besar yang mengundang berbagai penafsiran.
Terkadang penafsiran masih menjauh dari kebenaran.
Harapan akan selalu ada dalam menemukan sebuah kebenaran meskipun kebenaran itu pahit adanya.
Aku beruntung Tuhan masih terus membimbingku ke suatu perjalanan untuk menemukan sebuah jawaban.
Satu hal, jangan pernah puas dan berhenti apabila telah menemukan sebuah jawaban.
Terus mengayuh,mengayuh dan mengayuh karena masih banyak yang belum terpecahkan menanti di hadapan mata.


Bandung, 25 November 2009

Senandung Nyanyian Dalam Bus

Laju angin berhembus menyusup ke dalam kaca jendela.
Air hujan yang membasahi bumi ini terasa menyejukkan hati.
Diiringgi senandung nyanyian silih berganti dengan tema yang sama.
Seolah memahami apa yang ada di dalam hati.

Senandung nyanyian yang menghangatkan tubuh, jiwa dan pikiran.
Senandung nyanyian yang seolah tak ingin membiarkan aku dalam kosong.
Senandung nyanyian yang melengkapi indahnya hari ini.




Jatinangor, 24 November 2009

Hari Ini

Hari ini indah
dan aku ingin tetap berada disini.
Waktu begitu cepat berlalu
sehingga aku tak dapat menikmati.
Tanpa ada kesempatan
untuk sekedar menyapa hari ini.


Jatinangor, 24 November 2009

Sabtu, 21 November 2009

3 Buah Kakao

Hanya terjadi di negeri ini. Sebuah negeri yang lemah dalam penegakkan hukum. Sulitnya menemukan keadilan. Keadilan telah lama menumpuk di tumpukkan gunung sampah dan hampir membusuk.

Seorang ibu tua telah lupa akan negeri ini yang tergadaikan. Seorang ibu tua telah lupa alam beserta isinya kini milik para pemodal. Seorang ibu tua telah lupa bahwa kini tak dapat menikmati hasil alam dengan gratis.

Ketika tiga buah kakao tak dapat dinikmati lagi dengan gratis. Ketika tiga buah kakao membuka mata ibu tua akan kejamnya realita kehidupan. Ketika tiga buah kakao menjadi bukti ketidakadilan.

Miris melihat realita kehidupan di negeri ini. Ketika kaum kecil dipaksa dengan waktu singkat mematuhi hukum. Di lain pihak kaum besar di biarkan berlarut-larut dalam mematuhi hukum.

Benar adanya hukum di negeri ini hanya memandang suatu kekuatan. Hanya mengadopsi persaingan dunia hewan di alam bebas. Si kuat akan menang dan si lemah akan kalah.


Bandung, 20 November 2009

Do'a Untuk Teteh

Mungkin banyak sekali sifat yang selalu bertentangan antara aku dan Teteh.
Ketika perselisihan sering terjadi dan tak dapat terbantahkan lagi.
Semua itu tak akan membuatku untuk tak mau mendo'akannya.

Bahkan banyak yang ingin aku panjatkan do'a kepada Allah SWT untuk meredakan ini semua.
Aku ingin semua ini berakhir dengan damai dan indah.

Ya Allah SWT Lindungilah Teteh dimana pun ia berada.
Ya Allah SWT Berilah kesehatan lahir dan bathin untuk Teteh.
Ya Allah SWT Perbaikilah hubungan diantara Teteh dengan Mamah.
Ya Allah SWT Bukakanlah pintu hati Teteh.
Ya Allah SWT Berilah jodoh untuk Teteh, yang terbaik.
Ya Allah SWT Masukkanlah Teteh ke dalam golongan-Mu yang sedikit, penghuni surga.
Ya Allah SWT Sayangilah Teteh seperti ia menyayangiku di waktu kecil.
Amiin Yaa Robbal 'Alamin.



Bandung, 15 November 2009

Jalur Gaza

Mengapa perang tak bisa dihentikan?
Tak sadarkah bahwa telah banyak korban berjatuhan dalam situasi seperti ini?
Hanya mementingkan ego, kekuasaan dan kepentingan golongan.

Seharusnya mereka tahu itu tak hanya berdampak di negeri mereka saja.
Tengoklah negeri lain pun terkena dampaknya.
Tak hanya fisik sebagai korban namun psikologi pun sebagai korban.

Tepatnya negeri ini pun terkena dampak psikologi.
Adanya kasus penganiayaan yang terjadi di SMAN 82 Jakarta.
Sistem senioritas memakai istilah "Jalur Gaza" yang tak diperkenankan bagi sang junior.
Ketika sang junior melintasi "Jalur Gaza" habislah mereka di hantam sang senior.

Siapa yang bertanggung jawab atas hal ini?
Apakah tak cukup menambah korban demi korban?

Bagi kalian di negeri perang
Tak ada kebosanan kah di dalam diri kalian?


Bandung, 7 November 2009

Cicak VS Buaya

Cicak melawan buaya, sebuah perumpamaan yang dipakai dalam pertentangan konflik antara "KPK" dan "Polisi".
Perumpamaan yang ampuh tersebut pertama kali dalam Majalah Tempo, 16 Juni 2009.
Sebuah metafor yang memberi imajinasi akan adanya ketidakseimbangan.

Cicak merupakan reptil kecil. Tak lebih 10 sentimeter panjangnya. Hidup di dinding-dinding rumah. Mangsanya nyamuk-nyamuk kecil.
Buaya merupakan reptil besar. Panjangnya bahkan sampai 8 meter. Kulitnya kasar keras, moncongnya menakutkan dan mendadak bisa menyerang. Pembunuh. Mangsanya hewan lain, juga manusia.

Muncul imajinasi dari sebuah metafor.
Metafor bukan sebingkai hiasan.
Metafor bukan sebuah simbol.

Dari sebuah metafor itu muncul imajinasi yang mengatakan adanya adu kekuatan.
Pertentangan konflik yang hanya dapat diselesaikan oleh kekuatan.
Layaknya perseteruan dunia hewan di alam bebas.
Akhirnya tak berdasarkan hukum sebagai aturan bersama.

Lalu dimana keberadaan hukum saat ini?
Benarkah hukum telah menghilang?
Tak mudah untuk menemukan dan kembali menegakkannya.


Bandung, 3 November 2009

Sengketa Tanah

Sekilas melihat konflik yang terjadi antara aparat keamanan dengan rakyat.
Adapun konflik yang terjadi antara warga dengan warga lainnya.
Satu permasalahan yang sama yakni sengketa tanah.

Konflik dibumbui rasa benci, amarah, gusar bahkan tak heran terjadi adu fisik dengan menggunakan senjata.
Diantara mereka tak lagi memedulikan "nilai manusia", hanya memedulikan "sebidang tanah dan bangunan".
Mungkin saat ini manusia tak ada nilainya lagi karena jauh dibawah nilai suatu benda.

Yang menjadi pertanyaan sebenarnya tanah itu milik siapa?
Benarkah tanah itu milik aku, kamu, mereka dan kalian?


Jatinangor, 20 Oktober 2009