Rabu, 22 Desember 2010

Nisan Putih

dari jauh mengunjungi tempatmu kini
sunyi dan sejuk
pantas dirimu betah tinggal disini

semakin ku dekatkan tubuh
di depan nisan putih
tempat tubuhmu terkujur kaku

ku letakkan bunga
agar dirimu dapat mencium wewangian
dalam tidurmu


Pangkal Pinang, 5 Desember 2010
(Terinspirasi melihat deretan makam di Pemakaman Cina Sentosa, Bangka)
Arlin Widya Safitri

Pasir Padi 2

yang terbentang luas, saat senja mulai menyelimuti
dari arah laut
adalah tepi pantai Pasir Padi

yang tengah terbuai hembusan angin semilir
dari arah langit
adalah aku yang tengah menikmati

pandangan mata jauh tertancap tajam
terpesona
pada karya agung Sang Pencipta

ragaku seakan merasakan kehadiranmu
di pantai ini
senyum hangat menyambut kehadiranmu
kau diam mematung
tak sepatah kata terucap
terlihat sosok tubuh dari balik punggungmu
senyum hangat seketika sirna

sebuah bisikan terdengar samar
kuberlari kecil mengejar suara bisikan itu
entah dimana

langkahku kini telah menyeretku jauh
semakin jauh
tak kulihat dirimu kini
terhapus dalam jejak langkah
tertimbun pasir putih


Pangkal Pinang, 5 Desember 2010
Pantai Pasir Padi
Arlin Widya Safitri

Pasir Padi 1

yang terbentang luas, saat senja mulai menyelimuti
dari arah laut
adalah tepi pantai pasir padi
yang tengah terbuai hembusan angin semilir
dari arah langit
adalah aku yang tengah menikmati
pesona pasir putihmu menggairahkan imajinasi
sekedar duduk termenung
beralaskan butiran pasir putih
sungguh elok rupamu Pasir Padi
pantai yang masih perawan di negeri ini
ada takut suatu hari pantaimu terkoyak
malang bagai pantai lainnya
pandangan mata jauh tertancap tajam
terpesona
pada karya agung Sang Pencipta
bibir ini masih basah berucap
terlihat tengah sekelompok remaja menjamahmu
tak mempedulikan keelokanmu
mencabik-cabik tanpa mendengar resahmu
mungkin kini,
pantaimu masih terlihat elok rupawan
miris di masa akan datang hanya tinggal kenangan
padahal wahai,
yang seketika membuai dari arah laut
pesona butiran pasir putih
hembusan angin semilir dari arah langit
adalah pantai Pasir Padi
hujan yang seketika jatuh dari mata langit
juga matamu Pasir Padi,
inikah balasan dari keelokanmu
menjamahmu dengan semena-mena
hingga keperawananmu luntur




Arlin Widya Safitri
Pangkal Pinang, 5 Desember 2010
Pantai Pasir Padi, Bangka.

Senin, 20 Desember 2010

Tali Sepatu

Sapalah gedung pencakar langit pagi ini
Tak membuat pagiku berseri

Ku tundukkan kepala ke arah kedua kaki
Tampak sepasang sepatu tanpa tali sepatu
Makna pagi ku mengerti
Aku tak mampu pergi pagi ini

Sapalah mentari pagi ini
Kelak membuat pagiku berseri

Kutelusuri jalanan penuh sesak
Kutemui pak tali sepatu
Sungguh membuat pagiku berseri

Adakah yang menyapamu wahai pak tali sepatu?
Kau begitu tegang, berdiri dan diam mematung
Hilir mudik orang silih berganti
Kau hanya berani memandang

Wahai pak tali sepatu
Kau membuat pagiku berseri
Memberi warna indah sepasang sepatu
Kelak kau akan temui pelangi



Jatinangor, 14 Desember 2010
(Terinspirasi oleh pedagang tali sepatu di gerbang kampus Unpad)
Arlin Widya Safitri

Jumat, 17 Desember 2010

Pangeran Hujan

Gadis kecil memimpikan pangeran hujan
Duduk diantara hembusan angin kencang
Merenung dalam derasnya hujan

Mengepalkan kedua tangan menahan kedinginan
Mengharapkan pelukan hangat
Tak ada disana

Pangeran hujan tak bisa di duga
Muncul sesuka hatinya
Tak peduli kehadiran gadis kecil

Sekilas dilihat sang pangeran hujan
Gadis kecil tersenyum
Rangkaian kata pangeran hujan menghibur lara
Lambaian tangan hanya sekedar dalam dunia khayal



Bandung, 17 Desember 2010
(Kampus Unpad Dipati Ukur dalam hujan)

Arlin Widya Safitri

Kamis, 16 Desember 2010

Menjemput Malam

Berada diantara penghuni malam
Sunyi Senyap Gelap
Para hati yang bersembunyi
ditengah kegelisahan jiwa

Tempat persinggahan para hati yang lelah berkelana
Mengelilingi dunia yang tak ada mimpi
Gersang Panas Berdebu
Terbuai dalam istirahat terpanjang
Enggan untuk terperanjat

Menjemput malam
Kutemui sosok yang tengah bercumbu dengan gadis penjual korek api
Enggan kutengok ke belakang
Berlari kecil mencari malaikat penolongku
sekedar ingin bersandar dibahunya

Menarik nafas panjang menguatkan diri
Tak ingin ku kembali ke dunia tak ada mimpi



Bandung, 16 Desember 2010
(Terinspirasi oleh dunia dongeng)
Arlin Widya Safitri

Sabtu, 30 Oktober 2010

Ketika Alam Bicara

Aku pikir hanya aku yang penat
Aku pikir hanya aku yang bosan
Aku pikir hanya aku yang jenuh

Penat dengan masalah
Bosan dengan kemunafikan
Jenuh dengan keserakahan

Air liur mungkin hampir mengering
Lidah lelah berucap
Tak ada yang berubah
Semua seolah tak bergeming

Sesaat tiba alam mengguncang
Meluluhlantakan bumi
Jiwa-jiwa telah melayang
Kembali menghadap Illahi

Ada isyarat di balik bencana ini
Wahai Mentawai...
Wahai Merapi...
Isyarat dari Tuhan kepada manusia di bumi

Akankah semua mengerti?
Alam mulai penat
Alam mulai bosan
Alam mulai jenuh

Semua terjadi maka terjadilah
Ketika alam bicara

(Selamat Jalan Korban Bencana Alam Mentawai dan Merapi)
Bandung, 27 Oktober 2010

Sabtu, 23 Oktober 2010

Awal Yang Baik, Semoga...

Aku semakin yakin akan kuasa-Nya...
Aku semakin yakin bahwa hanya Dia yang dapat membolak-balikkan hati manusia

Disini aku berada untuk mengalami semua itu dan aku masih disini untuk mengalami semua itu dengan berbeda
Tuhan... terima kasih atas rahmat yang Kau anugerahkan untukku dan keluargaku
Kalau boleh aku meminta semoga ini bukan hanya untuk sesaat saja. Aku ingin ini baru permulaan yang baik. Aku ingin ini untuk selamanya dan selamanya.
Kalau boleh aku meminta semoga ini bukan hanya aku yang merasakan tapi Teh Iyang dan Mamah juga merasakannya.
Kalau boleh aku meminta semoga ini merupakan jawaban atas do'aku selama ini. Aku ingin realitas atas do'aku Ya Allah SWT. Bukan hanya semu.
Alhamdulillah ada komunikasi kecil antara Teh Iyang dan Mamah. Itu merupakan do'a yang selalu aku minta dari-Mu.
Amiin Yaa Robbal 'Alamiin.

Senin, 23 Agustus 2010

Dua Anugerah Dalam Satu Waktu

Simpan saja kata-kata semu
Simpan saja janji-janji semu
Simpan senjata
Simpan amarah
Simpan semua itu namun tetap waspada

Lidah ini lelah berucap
Air liur hampir mengering
Bosan dengan penat
Tetap pada harapan

Bersyukur pada-Nya
Masih bisa merasakan yang pejuang rasakan
Hari Kemerdekaan di bulan Ramadhan
Dua anugerah dalam satu waktu
Merdeka!



Arlin Widya Safitri
Bandung, 17 Agustus 2010

Nikmatnya Ramadhan

Memasuki Ramadhan
Alam begitu riang gembira
Pepohonan menari ke kiri dan ke kanan
Mengikuti hembusan angin yang sepoi-sepoi
Bunga-bunga menyebarkan wewangian ke segala penjuru
Burung-burung tak henti-hentinya bernyanyi dengan kicauan merdu
Langit cerah berwarna biru
Matahari bersinar ke seluruh penjuru
Awan putih menandakan kesucian hati
Ombak di lautan berlaril-lari

Memasuki Ramadhan
Manusia merasakan nikmatnya hidangan lezat dari-Nya
Nikmatnya kebersamaan
Nikmatnya melafalkan ayat suci Al-Qur’an
Nikmatnya berpuasa
Nikmatnya bersedekah
Nikmatnya shalat malam
Nikmatnya berzakat

Memasuki Ramadhan
Semua berlomba mengharap ridho dan ampunan-Nya
Indahnya Ramadhan
Bulan penuh ampunan
Bulan penuh berkah


Arlin Widya Safitri
Bandung, 15 Agustus 2010

Menjelang Ramadhan

Masa hidupku di dunia ini terus berkurang
Perih, sakit, luka kadang memasuki hati dan pikiran
Badai-badai kehidupan terus menghujani
Hanya keyakinan mampu mengobati

Berlari-lari mencari sesuatu pertolongan
Karib kerabat tak lagi bersahabat
Prasangka demi prasangka menghujat
Tak ada yang mengetahui niat baik dalam hati

Ya Allah SWT, hanya Engkau Yang Maha Mengetahui
Bantulah hamba-Mu ini bangkit
Untuk menanamkan niat baik dalam hati ini
Agar tumbuh subur dan bersinar

“Pancaran sinar dari dalam hati ini
sebagai jawaban atas prasangka yang ada”
Ku bersimpuh di hadapan-Mu mengharapkan kedatangan bulan Ramadhan
Bulan penuh berkah
Aku berserah diri pada-Mu

Arlin Widya Safitri
Bandung, 10 Agustus 2010

Pasar Di Hari Minggu

Beratapkan langit. Dikala hujan, basahlah. Dikala panas terik, berkeringatlah. Dikala angin berhembus, sejuklah.
Hiruk pikuk. Berjejalan. Tak jadi masalah. Hati terpuaskan. Mata terhibur oleh pemandangan. Tubuh segar karena berjalan kaki dengan hilir mudik. Beragam tujuan menuju pasar.
Laki – laki, perempuan. Tua, muda. Pemuda-pemudi. Anak-anak. Bergerombol. Berpasang-pasangan. Menikmati hiburan yang hanya datang seminggu sekali.
Pedagang-pedagang yang tengah menanti. Ada yang duduk manis. Ada yang berdiri sambil berteriak menawarkan barang dagangannya. Berkeringat terkena sinar matahari.
Makanan, minuman, pakaian, peralatan rumah tangga dijajakan disini. Harga sangat murah menanti. Menarik perhatian pengunjung.
Petugas keamanan berdiam diri di depan pintu masuk. Tangan-tangan usil leluasa beraksi. Pengunjung hilir mudik menjadi mangsa. Tak ada yang peduli. Mungkin ini mata pencahariannya dalam menghadapi kerasnya kehidupan. Tak heran hukum rimba berlaku di sini.
Jalanan di luar begitu padat. Disesaki oleh pengunjung dan kendaraan yang hilir mudik. Kemacetan sudah rutinitas.
Entah apa yang membuat hal ini menjadi biasa. Semua seperti dalam suatu penaklukkan. Tak disadari semua ditaklukkan oleh uang. Uang adalah penguasa peradaban saat ini. Ah, siapa peduli!






Arlin Widya Safitri
Bandung, 03 Agustus 2010

Senin, 26 Juli 2010

Potret Anak-Anak Negeri

Masa kecil bagaikan pelangi di pagi hari
Penuh warna-warni
Cerah
Pancarkan kebahagiaan

Tubuh mungil berlari riang gembira
Wajah mungil pancarkan senyuman
Canda tawa bermain teman sebaya
Mengisi hari tanpa beban

Sayang tak semua merasakan semua itu
Ada sebagian anak-anak merasakan pahitnya hidup
Sebagian menjadi korban gas elpiji
Sebagian terlantar di jalanan
Sebagian tak mengenal ayah dan ibu tercinta
Ada pula yang mengakhiri hidup akibat kerasnya kehidupan

Senyuman polos seolah lenyap
Canda tawa mendadak hilang
Kembalikan semua itu
Bagi malaikat-malaikat kecil

Arlin Widya Safitri
Bandung, 23 Juli 2010 (Memperingati Hari Anak Nasional)

Kamis, 15 Juli 2010

Puisi BJ Habibie Utk Alm. Ibu Ainun Bagikan

27 Mei 2010 jam 10:38
Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu.
Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya,
dan kematian adalah sesuatu yang pasti,
dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.

Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat,

adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.

Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.

Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang, pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada,
aku bukan hendak megeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.

Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang,

tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik.

mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua, tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.

Selamat jalan,

Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya,

kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.

selamat jalan sayang,
cahaya mataku, penyejuk jiwaku,

selamat jalan,
calon bidadari surgaku ....

*puisi BJ Habibie Utk Alm.Ibu Ainun*



sumber: email berantai ;)

Senin, 12 Juli 2010

Spanyol Sang Juara

Berjuta pasang mata memandangmu
Berjuta manusia mengharapkanmu
Berjuta manusia bersatu dari malam sampai pagi hari

Kegigihan menjadi sebuah keberhasilan
Semangat pantang mundur menjadi sebuah keberhasilan
Perjuangan menjadi sebuah keberhasilan
Kebersamaan menjadi sebuah keberhasilan

Gol! Gol! Gol!
Semangat! Semangat! Semangat!

Sebuah penantian yang begitu melelahkan
Penantian menuju gerbang kemenangan
Hidup Spanyol! Hidup Spanyol!
Spanyol Sang Juara!






Arlin Widya Safitri
Bandung, 12 Juli 2010

Ladang Yang Kini Gersang

Ladang yang dahulu hijau
Ladang yang dahulu digenangi air
Ladang yang dahulu tempat bermain burung-burung kecil

Pagi hari dihiasi embun pagi
Pagi hari dihiasi tanaman hijau melambai-lambai
Pagi hari dihiasi kicauan burung-burung kecil sambil menari-nari di angkasa

Dalam hitungan waktu semua telah berlalu
Ladang yang kini gersang
Ladang yang kini tak lagi digenangi air
Ladang yang kini bukan lagi tempat bermain burung-burung kecil

Pagi hari dihiasi bebatuan
Pagi hari dihiasi buldoser
Pagi hari dihiasi pekerja-pekerja membangun kerajaan bagi Sang Raja




Arlin Widya Safitri
Bandung, 04 Juli 2010

Jumat, 09 Juli 2010

Terbaring

Terbaring di tempat tidur
Ditemani selimut tebal
Beragam obat menghiasi sudut ruang

Kasih sayang ibu menyertai
Tak luput do'a terucap

Mungkinkah Tuhan amat menyayangiku?






Arlin Widya Safitri
Bandung, 3 - 5 Juli 2010

Kakek Tua

Di kala senja
Kakek tua pamit
Menyelusuri jalan-jalan
Ditemani sunyi dan langit malam

Ingin hati menjerit
Tak tahu pada siapa mengadu
Karib kerabat tak lagi bersahabat

Kakek tua tergilas feodalisme kehidupan








Arlin Widya Safitri
Parakan Asri - Bandung, 03 Juli 2010

Mengerti

Bergulirnya waktu
Membuka mata hati
Kali ini mengerti
: aku dan kamu sama








Arlin Widya Safitri
Bandung, 02 Juli 2010

Santapan Makan Malam

Santapan makan malam ini begitu ragam cita rasa
Motivasi, kerja keras, ikhlas, kebersamaan, penuh inspirasi
Negeri yang kini tak punya mimpi
Kembali menaruh harapan

Harapan bukan euforia sesaat
Harapan ibarat pembalut luka lama yang menganga

Satu hal saja "Jangan putus asa!"
Bangkit! Berusaha!







Arlin Widya Safitri
Bandung, 02 Juli 2010

Pasrah

Sudahlah jangan banyak bermimpi
Sudahlah jangan banyak berangan-angan
Di negeri ini hanya uang yang berbicara

Pasrah sajalah kau!

"Tetap pasrah melihat anak-anak bangsa ini menanti ajal?"

Itu jalan terbaik!
Tak ada mimpi di negeri ini




Arlin Widya Safitri
Bandung,02 Juli 2010

Kamis, 01 Juli 2010

Juni

Juni...
Aku mulai mengenal dunia

Juni...
Menapaki jalan setapak demi setapak

Juni...
Dalam buaian kasih sayang ayah dan ibu

Juni...
Mempelajari alam semesta

Juni...
Suka - duka, canda - tangis, manis - pahit dilalui

Juni...
Pertama kali melewati hari demi hari tanpa kasih sayang ayah

Juni...
Saksi bisu kesepianku

Juni...
Akankah ku sanggup bertemu denganmu lagi?






Arlin Widya Safitri
Bekasi, 29 Juni 2010

Merasa Paling Benar

Harta, tahta, wanita menyilaukan pandangan manusia
Merasa paling benar kilauan paling berbahaya
Memaki orang lain tanpa mau dimaki
Membuka kesalahan orang lain dengan menutupi kesalahan diri
Memaksa orang lain minta maaf atas kesalahan diri
Memakai topeng dalam menjalani kehidupan






Arlin Widya Safitri
Bekasi, 26 Juni 2010

Omong Kosong!

Uang,
Harta,
Keluarga,
Teman
Omong kosong!
Malapetaka timbul dari semua itu






Arlin Widya Safitri
Bekasi, 26 Juni 2010

Hati Yang Tak Terbaca

Huruf-huruf terhampar begitu jelas di eja
Kata-kata nyaring begitu jelas di dengar
Sorot mata berbinar begitu memancarkan berjuta makna

Satu hal saja
Hati yang tak terbaca








Arlin Widya Safitri
Bogor, 25 Juni 2010

Akhirnya Kau Rasa

Perih yang selama ini menemani
Kian lekat menemani hari-hari
Dimana kau tak pernah mengetahui
Kau tersenyum diatas perihku

Saat kau tak mengetahui
Saat kau tak peduli
Saat kau tak menginginkan

Harapan yang membuatku bertahan
Harapan itu telah sirna
Berganti menjadi ikhlas

Akhirnya kau rasa
Semua rasa yang pernah berlalu
Akhirnya kau rasa
Perihku
Akhirnya kau rasa
Tak dihiraukan, tak dipedulikan, tak diinginkan






Arlin Widya Safitri
Bogor, 25 Juni 2010

Sang Kekasih Hati Pahlawan Bangsa

Sang kekasih hati pahlawan bangsa dahulu dipuja
Sang kekasih hati pahlawan bangsa dahulu dihormati
Sang kekasih hati pahlawan bangsa dahulu disegani

Roda kehidupan telah berputar
Menggilas denyut nadi Sang kekasih hati pahlawan bangsa

Keadilan pun kini enggan bersenggama
Jasa di masa lalu menjadi angin lalu
Tersengal-sengal menjalani carut-marut hukum negeri ini

Malang nian nasibmu kini
Arwah-arwah pahlawan bangsa tak akan damai melihat semua ini
Akan ada sesal berjuang sepenuh hati demi nusa bangsa




Arlin Widya Safitri
Bandung, 23 Juni 2010

Perempuan dalam Birahi

Perempuan selalu dikatakan sebagai timbulnya nafsu birahi
Perempuan selalu dipojokan dengan tuduhan-tuduhan asing
Begitu kotorkah perempuan?

Semua itu hanyalah fakta yang dijungkirbalikkan
Senjata penangkal rasa ego tinggi dari dalam diri laki-laki


Perempuan hanya sebagai objek
Perempuan hanya sebuah alat pemuas nafsu birahi
Perempuan hanya alat perantara tercapainya rasa ego tinggi
Perempuan dipandang lebih rendah dari binatang-binatang jalang
Perempuan hanya seorang makhluk yang lemah









Arlin Widya Safitri
Bandung, 22 Juni 2010

Moral Diobral

Manusia sejak kecil selalu ditanamkan benih-benih moral
Moral ibarat sebuah patokan jalan ketika berada di persimpangan jalan
Moral tumbuh seiring dengan berjalannya roda kehidupan

Sayang, semua itu hanyalah semu
Moral kini tak lagi berharga
Moral kini tak lagi dijunjung tinggi
Moral kini diobral
Moral kini seribu dapat tiga
Sungguh malang nian nasibmu

Ketika para elite politik mencampakkan moral dengan korupsi
Ketika para penegak hukum mencampakkan moral dengan ketidakadilan
Ketika para ilmuwan hukum mencampakkan moral dengan menggadaikan alam semesta
Ketika para mahasiswa mencampakkan moral dengan plagiat
Ketika para pengajar mencampakkan moral dengan katrol nilai
Ketika para pelajar mencampakkan moral dengan mencontek
Ketika para selebritis mencampakkan moral dengan nafsu birahi
Ketika para pemuka agama mencampakkan moral dengan mengejar nafsu duniawi

Dimana moral kini bersembunyi?
Seolah enggan lagi bercengkrama dengan manusia





Arlin Widya Safitri
Bandung, 22 Juni 2010

Racikan Rasa Kopi

Satu nikmat yang tak terbantahkan
Satu nikmat yang tercipta dari alam
Satu nikmat yang memanjakan lidah

Racikan rasa kopi
Tercium aroma khas

Racikan rasa kopi
Paduan rasa yang begitu klasik

Racikan rasa kopi
Ibarat pantulan cermin kehidupan
Ada rasa pahit
Ada rasa manis

Secangkir kopi hangat menghangatkan tubuh dan pikiran
Secangkir kopi hangat menghangatkan hati dan pikiran yang dirundung resah




Arlin Widya Safitri
Bandung, 22 Juni 2010

Senin, 21 Juni 2010

Masih Ada

Canda, tawa, suka cita..

Sedih, isak tangis, duka cita..

Semua berganti merasuki hati dan pikiran..

Mengisi hari dimana bumi dipijak..

Ketika harapan itu semu..
Aku memilih untuk menjauh dari segala hingar bingar kehidupan..

Terdengar suara memanggil "adakah aku di sisi mereka?"

Aku masih ada, Kawan..
Merajut harapan yg semu..

Aku masih ada, Kawan..
Berada di sisi mereka..




Arlin Widya Safitri
Bandung, 20 Juni 2010

Pergantian Hari

(Untuk Almarhum Papah)


Tik Tok.. Tik Tok..
Denting waktu terus berlalu...
Tak ada yang mampu menghentikan waktu..

Tik Tok.. Tik Tok..
Waktu begitu cepat berlalu...
Di ujung pergantian hari kali ini tanpa kehadirannya..
Untuk pertama kali dan awal hari-hari selanjutnya...

Kini dan yang akan datang tak akan ada do'a dan senyum darinya...

Semoga dia damai dan tenang di alam sana...



Bandung, 18 Juni 2010 (moment specially for me)

Kehilangan Ladang - Ladang Hijau

Berpuluh-puluh tahun aku bersama hamparan hijau yang membentang luas.
Berpuluh-puluh tahun aku memberikan separuh waktu ku.
Berpuluh-puluh tahun aku mengucurkan keringat.
Berpuluh-puluh tahun aku berada di bawah teriknya sinar matahari hanya menanti sebuah harapan.

Harapan yang menuai hasil bagi ku, keluargaku dan yang lainnya.
Harapan yang membuat perut-perut kelaparan merasakan kenyang.
Harapan yang dihasilkan dari sebuah ketekunan.

Kini semua itu hilang.
Kini semua itu lenyap.
Di luluh lantakan oleh tangan-tangan penguasa.
Masa yang akan datang dibangun rumah-rumah megah.
Menghibur mereka-mereka pemilik modal.

Tak kau sadari bumi ini telah rusak, Kawan!
Kau tambahkan lagi kerusakan demi kerusakan itu.
Demi kenikmatan duniawi yang semu.




Arlin Widya Safitri

Parakan Asri, Bandung 13 Juni 2010. Tepatnya 12:46 WIB.

*puisi untuk mengkritik adanya penggusuran sawah-sawah nan hijau di belakang rumah Aki Didang dan Enin Oyoh. Tepatnya komplek Parakan, Bandung.

Kawan Yang Menikam Dari Belakang

Hari-hari yang telah berlalu begitu tulus dan murni bagiku.
Tak sedikit pun yang meracuni dalam pikiran ku.
Aku hanya menemukan Kawan.
Kawan penghibur di saat aku berduka.

Tak ku sangka semua itu semu, Kawan!
Tak ku sangka semua itu palsu, Kawan!
Sungguh tak ku sangka.

Sakit yang amat kurasakan kini.
Perih, Kawan!
Teganya kau menikam dari belakang.
Teganya kau melakukan tipu daya ini.
Aku menyerah, Kawan!
Kepercayaan ini telah memudar.
Tak akan kembali utuh seperti sedia kala.

Aku tak ingin kau juga merusak ibadahku hari ini.
Tak akan pernah aku merelakannya.






Bandung, 10 Juni 2010 (Jatinangor – Parakan Asri, Bandung).

Minggu, 06 Juni 2010

Gaza, Sekali Lagi!

Aku memang bukan seorang Muslim yang baik
Aku memang bukan seorang Muslim yang sempurna

Aku hanya seorang manusia biasa
Selalu melakukan khilaf dan dosa

Meski begitu aku masih punya hati nurani
Inginku bertanya "kapan semua ini berakhir?"
Aku tahu pertanyaan ini tiada jawaban

Aku rasa semua ini hanyalah sia-sia
Aku rasa semua ini hanyalah sesaat
Aku rasa mereka yang berada di Gaza telah mati rasa

Tangan-tangan manusia tak akan mampu mengatasi semua ini
Hanya satu cara: “Tangan Tuhan” harus berbicara



Aku percaya Dia Maha Melihat
Aku percaya Dia Maha Mendengar
Aku percaya Dia Maha Mengetahui
Aku percaya suatu saat nanti “Tangan Tuhan” akan berbicara
Entah bagaimana dan kapan itu terjadi
Hentikan aksi genosida ini, Tuhan!








Arlin Widya Safitri
Bekasi, 04 Juni 2010, 01:50 dini hari.

Jumat, 09 April 2010

Pajak

Sekadar kembali mengingat sejarah yang terjadi di wilayah Timur Tengah. Terjadi perubahan besar pada masa kekuasaan Bani Umayyah, kas negara sebagai milik penguasa dan keluarganya. Rakyat hanya wajib menyetor pajak kepadanya tanpa memiliki hak untuk mempertanyakan pemerintah atau membuat perhitungan dengannya. Cara hidup para raja dan para amir bahkan cara hidup para pejabat mereka dan komandan-komandan mereka pada masa itu, tidak memiliki ciri-ciri lain kecuali pemilikan yang sempurna dan mutlak atas baitul-maal.

Sampai-sampai Umar bin Abdul Aziz membuat suatu daftar amat panjang yang didalamnya disebutkan berbagai macam pajak tidak sah yang ia lihat sendiri, raja-raja Bani Umayyah memungutnya dari rakyat.

Pada masa ini mereka telah mendirikan istana-istana kerajaan untuk kediaman mereka yang dikelilingi oleh para pengawal dan intel khusus dan mereka juga memerintahkan para pengawal berjalan di depan rombongan kerajaan mereka. Para penjaga pintu menghalang-halangi antara mereka dan rakyat dan terputuslah hubungan rakyat dengan mereka secara langsung dan sejak itu rumah-rumah mereka serta segala kegiatan mereka tidak lagi ditengah-tengah rakyat. Dan menjadi mustahil bagi rakyat untuk pergi menyampaikan kebutuhan-kebutuhan mereka secara langsung tanpa perantara.

Padahal baitul-maal dalam konsep Islam merupakan amanat makhluk dan amanat Sang Khalik yang dipercayakan kepada pemerintahnya. Tidak seorang pun, siapaun ia, memiliki hak untuk mengelolanya sesuai dengan hawa nafsunya sendiri.

Ternyata peristiwa yang sama terjadi di negeri ini. Gonjang-ganjing mafia perpajakan mulai mencuat menjadi topik utama pembicaraan semua orang. Terbongkarnya kasus mafia perpajakan ini seolah menampar wajah pemerintah yang telah menayangkan dan mengkampanyekan iklan wajib pajak di tengah masyarakat. Istilah yang juga menjadi bahan gunjingan saat ini adalah "Nilep Pajak Wajib Pajak" (NPWP).

Ironisnya ketika roda perekonomian kian menghimpit rakyat kecil di seberang sana para pemilik kekuasaan dalam pemerintahan menikmati harta kekayaan dengan sewenang-wenang. Harta kekayaan yang sebenarnya bukan mutlak milik mereka. Harta kekayaan yang diperoleh dari memungut pajak dari rakyat. Berbicara tentang keadilan sudah menjadi hal absurd. Dapat dikatakan keadilan bukan lagi produk dunia.

Teringat tulisan Soe Hok Gie, berjudul Pelacuran Intelektual yang diterbitkan di Sinar Harapan, 21 April 1969. Ditulis oleh Gie, memberikan penilaian terhadap sikap seseorang bukanlah soal yang sederhana. Karena dunia bukanlah hitam dan putih. Setiap tindakan mempunyai motif-motif yang bersumber pada pandangan hidup seseorang. Di dalam masyarakat, kita melihat ada dua sistem penilaian yang secara teoretis berbeda seratus delapan puluh derajat. Pertama, adalah mereka yang mempergunakan sistem nilai-nilai absolut. Untuk orang-orang ini penilaian dari setiap tindakan didasarkan atas absolut. Untuk orang-orang ini penilaian dari setiap tindakan didasarkan atas pertanyaan - "Apakah ini benar atau salah?". Jika salah maka kita tidak boleh melakukannya. Korupsi salah dan karena itu harus digugat.

Tetapi ada kelompok lain yang tidak memakai sistem ini. Mereka mempergunakan sistem nilai-nilai relatif. Mereka sadar akan salah dan benar secara teoretis, tetapi mereka mempergunakan pertimbangan-pertimbangan realistis. Mereka lebih mementingkan kemungkinan-kemungkinan yang lebih berguna di masa depan, jika mereka bertindak sesuatu pada saat sekarang. Mereka bersedia melakukan kompromi-kompromi, karena mereka tahu bahwa hasil-hasil yang mungkin dicapai lebih besar di masa depan.

Kedua sistem nilai ini diperlukan dalam masyarakat. Secara teoretis pandangan ini bertentangan, tetapi batasnya juga amat kabur. Kita hanya bisa berkata (secara intuisi) bahwa setiap situasi dan jabatan harus dinilai secara proporsional. Walaupun batas-batasnya tidak jelas, dasar daripada setiap tindakan ini hendaknya selalu dialasi motif-motif yang berdiri dibelakangnya. Batas yang jelas tidak ada dan penilaian terakhir diberikan oleh kata hati sendiri. Dan setiap orang yang mempergunakan nilai-nilai relatif ini hendaknya mempunyai suatu batas, dan jika batas tadi dilanggar, ia harus berani bertindak lain. Sebab ia akan terseret oleh arus, jika ia terlalu fleksibel.

Tulisan Gie diatas masih sangat relevan dipergunakan pada sekarang ini. Mengingat masyarakat masih membutuhkan sistem moral dalam kehidupan jika hukum sudah tak mampu berbicara. Mungkin hukum saat ini mempergunakan nilai-nilai relatif yang batasnya telah dilanggar dan akhirnya terseret oleh arus.

Minggu, 28 Februari 2010

tanpa judul (puisi Soe Hok Gie)

Ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke Mekah.
Ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di Miraza.

Tapi aku ingin habiskan waktuku disisimu, sayangku.
Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu.
Atau tentang bunga-bunga yang manis di lembah Mandalawangi.

Tapi aku ingin mati disisimu, manisku.
Setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya.
Tentang tujuan hidup yang tak satupun setan yang tahu.

Mari sini sayangku.
Kalian yang pernah mesra, yang pernah baik dan simpati padaku.
Tegaklah ke langit luas atau awan mendung.
Kita tak pernah menanamkan apa-apa, kita tak kan pernah kehilangan apa-apa.



Selasa, 11 November 1969
-Soe Hok-gie

Kaki Mungil Menginjak Bumi

(Untuk Alif Keponakanku)

Kaki mungil kini
telah menginjakkan ke bumi.
Langkah demi langkah
diawali dengan latihan kecil.
Dijelajahinya ruang demi ruang.
Hari-harinya dilalui
dengan langkah-langkah kecil.
Mencoba mencari sosok yang tak pernah ada.

Waktu telah cepat berlalu,
semua tak seperti yang telah lalu.
Ibu kini tak selalu menemani hari-hari.
Terbuai oleh tuntutan duniawi
mencari materi demi sang buah hati.
Benarkah demikian?
Kasih sayang dari ibu tergadaikan
oleh tuntutan duniawi yang seolah tiada henti.

Satu demi satu kasih sayang dua sosok
dalam hidup perlahan memudar.
Sosok ayah yang tak dapat ditemukan kembali telah lama pergi,
bahkan untuk mengingatnya saja tak mampu.
Sosok ibu terancam memudar oleh tuntutan duniawi.
Apalah arti kehidupan ini?

Tubuh mungil ini tak pernah hilang semangat,
senyuman manis selalu merekah.
Langkah-langkah kecil tapi pasti.
Menatap alam semesta
dengan sepasang mata penuh harapan.
Adakah kebahagiaan di esok hari?

Sepasang suami-isteri berusia separuh abad
selalu membelai dengan kasih sayang.
Sampai mengira mereka adalah ayah dan ibu.
Kini siang dan malam berada
dalam pelukan hangat mereka.
Mensyukuri nikmat kehidupan
dalam kasih sayang mereka.





Bandung, 28 Februari 2010

Rabu, 24 Februari 2010

Estetika Tubuh Perempuan

Menurut Terry Eagleton, kritikus sastra Marxis dari Inggris, mengatakan bahwa estetika, bidang seni hidup dan keindahan, lahir sebagai wacana tubuh. Memang sejak akhir abad ke-20, terlebih setelah milenium baru ini, tubuh menjadi suatu bidang hidup yang semakin banyak diperhatikan dan didalami. Sebenarnya pembicaraan mengenai tubuh sudah ada sejak zaman Plato, yang masih merendahkannya dibanding dengan jiwa dan ide. Atau malah mungkin sudah dimulai sejak zaman lahirnya peradaban manusia.

Tubuh tidak hanya dipandang sebagai objek. Tubuh menunjukkan suatu situasi dan keberadaan konkret manusia. Tubuh adalah "kebertubuhan". Pandangan seperti ini mulai ditunjukkan oleh Michel de Montaigne pada abad ke-17. Baginya tubuh bukan hanya data terisolir dan karenanya sekali-kali ia tidak dapat disamakan dengan sebuah benda material.

Tiga kata yang terlebih dahulu harus dipahami: estetika, tubuh dan perempuan. Estetika adalah filosofi mengenai sifat dan persepsi tentang keindahan yang dialami si subjek terhadap karya seni baik itu objek kesenian alami maupun dari karya cipta manusia.

Keseluruhan jasad manusia dari ujung rambut sampai ujung kaki, itulah yang dinamakan tubuh. Namun, tubuh bekerja dengan bantuan roh, tanpa roh tubuh pelan-pelan akan musnah.

Dalam bahasa Indonesia, kata "perempuan" berasal dari kata "empu" yang merujuk pada gelar kehormatan "yang dituankan sebagai berkemampuan" atau orang yang ahli. Menyebut kata "perempuan" lebih menunjuk seseorang dalam konteks eksistensi dirinya daripada penyebutan wanita (sebutan bagi perempuan dewasa atau sebutan profesi). Perempuan diterjemahkan sebagai orang yang memiliki otoritas atas diri dan tubuhnya.

Estetika menilai tubuh perempuan sebagai karya seni alami; tubuh dilihat sebagai bagian keindahan dan perempuan anatomi-simbolik-semiotik-modal-otoritas-fotografi; perempuan mengalami otoritas tubuhnya sebagai sesuatu yang estetis.

Perempuan dan Teater

Kaitan perempuan dan teater sebagai hubungan simbiosis membantu kita memahami apa yang sesungguhnya dialami dan dirasakan perempuan yang menjadi korban ketimpangan dalam budaya patriarkal.

Jiwa yang muncul dalam cerita suatu pementasan teater memerlukan perantaraan tubuh agar dapat terbaca. Namun, tubuh juga dapat berbicara lewat medium teater. Perempuan dan teater bertemu pada suatu titik estetika . Itulah yang terjadi diatas pentas teater bertema perempuan. Dua bentuk keindahan yang menyublim dan memendarkan percik-percik rasa.

Teater dilihat sebagai media bagi perempuan untuk memutar kembali video kehidupannya dan menentukan sendiri adegan-adegan yang berbicara kebenaran.
Keindahan yang terdapat pada tubuh perempuan berbeda dengan keindahan yang terdapat pada tubuh laki-laki. Keindahan yang khas dari tubuh perempuan memuat cita rasa estetis yang unik. Seringkali apa yang dikenakan pada perempuan dikaitkan dengan keindahan. Sama halnya dengan teater yang merupakan bagian dari kesenian tidak mungkin lepas dari unsur estetika.

Perempuan dalam Iklan Sabun

Iklan sabun bergantung pada gagasan kebersihan dan ke-putih-an. Sabun adalah agen pembersihan barang dan juga pembersihan kulit, dan begitu gagasan mengenai kebersihan dikaitkan dengan gagasan alam atau kebudayaan, kelas dan ras, maka sabun menjadi agen pembersihan kultural, kelas dan rasial serta pada saat yang sama putih ditegaskan kembali sebagai yang disukai dan diinginkan.

Persetujuan secara penuh terhadap gagasan bahwa ras adalah konstruksi sosial sedemikian sehingga tubuh dikecualikan sebagai bagian dari konstruksi ras merupakan penyangkalan terhadap kenyataan bahwa tubuh sesungguhnya ber-ras. Perbedaan rasial ragawi yang paling ekstrem adalah antara tubuh orang ras kulit hitam (Negroid, keturunan Afrika) dan ras kulit putih (Kaukasian, keturunan Eropa). Ada juga tubuh yang berada diantara kedua ekstrem itu, misalnya tubuh yang tidak dapat didefinisikan sebagai putih atau hitam, atau tubuh yang posisinya berada diantara berbagai “ras”. Tubuh antara ini didefenisikan sebagai “ras campuran”.

Iklan sabun pada mulanya merupakan suatu kemewahan, sehingga dimaksudkan bagi orang-orang kelas menengah, tetapi bisa dijangkau oleh kelas bawah sejalan dengan berkembangnya teknologi pembuatan sabun lima puluh tahun terakhir abad 19. Sabun bermerek pertama muncul pada tahun 1884. Sejalan dengan pemberian merek, iklan sabun juga muncul dan terasialkan bersamaan dengan keterpesonaan terhadap putih dan ke-putih-an yang juga secara tidak terelakkan berkaitan dengan putih sebagai ras. Dengan demikian, iklan sabun juga menjadi agen rasisme, kolonialisme dan imperialisme.

Perempuan memiliki keindahan tubuh yang estetis menjadi perantara untuk menyampaikan pesan yang ingin disampaikan dalam iklan sabun. Memiliki kulit putih menjadi pesan utama yang ingin disampaikan. Kulit putih seolah menjadi bagian penting dari estetika tubuh perempuan.

Runtuhnya Estetika Tubuh Perempuan

Tubuh perempuan dinilai indah secara anatomi, simbolik, modal atau otoritas, semiotika dan juga fotografi. Sejauh mana perempuan mengenal tubuhnya? Sudahkah semua keindahan itu disadari oleh perempuan? Apakah laki-laki juga dapat menghargai keindahan itu? Sudahkah tubuh-tubuh indah perempuan mendapat perlakuan indah dari si pemilik maupun laki-laki?

Angka kematian perempuan akibat kanker payudara terus meningkat. Tidak hanya itu, berbagai peristiwa perkosaan dan kekerasan dalam rumah tangga membuat perempuan menjerit. Ajaran agama seringkali dijadikan alasan untuk melegitimasi tindak kekerasan suami terhadap istri atau melakukan praktek poligami. Perkosaan bahkan dijadikan kambing hitam untuk alasan politik tertentu.

Keindahan tubuh perempuan telah rusak, dihancurkan oleh beberapa hal, diantaranya:
1). Kesalahpahaman dalam kebudayaan, dimana segala hal yang berkaitan dengan seksualitas dianggap tabu; 2). Persoalan medis, perempuan di seluruh dunia teranca penyakit kanker rahim dan payudara yang mematikan. Ini diluar kendali faktor manusia. 3). Estetika tubuh perempuan runtuh oleh laki-laki yang melakukan kekerasan, baik personal maupun massal.

Pemaknaan estetika tubuh semakin tidak jelas, apa yang diperjuangkan perempuan untuk tubuhnya dan apa yang diinginkan laki-laki terhadap perempuan? Pada dasarnya tubuh perempuan tidak hanya ditentukan oleh dirinya sendiri atau sesama perempuan, tetapi juga bagaimana laki-laki menilainya. Ada baiknya ditelaah lagi berbagai peristiwa yang terjadi pada tubuh perempuan.

Catatan : untuk menyambut Hari Perempuan Nasional, 8 Maret.

Rabu, 17 Februari 2010

Benda

Manusia kini hidup dalam ruangan yang dipenuhi benda
Benda-benda tak terhitung lagi menghimpit keberadaan manusia
Kini bukan benda menjadi barang asing
Kini manusia merupakan hal yang terasingkan

Fenomena manusia yang mengembara
Fenomena manusia tidak memiliki jati dirinya
Melayang-layang dalam ruang kerumunan industrialisasi
Dari satu tempat ke tempat lainnya

Manusia mudah teracuni oleh apa saja
Jati dirinya yang otentik menjadi terpendam
dan akhirnya lenyap





Bandung, 9 Februari 2010

Indahnya Hidup

Kata tersusun menjadi rangkaian kata
Rangkaian kata tak akan berakhir tanpa ada titik
Harapan berangsur-angsur menjadi mimpi
Mimpi tak akan berakhir tanpa ada kenyataan
Tubuh itu kosong
Tubuh tak akan merasakan kehidupan tanpa ada jiwa
Tanpa disadari titik, kenyataan dan jiwa itu adalah dirimu sendiri
Tak usah gundah
Tak usah gelisah
Nikmatilah indahnya hidup ini




Bandung, 5 Februari 2010

Lautan Ikhlas

Kosa kata di tempat aku berpijak tak terhitung lagi
Rangkaian kata menjadi ilmu
Ilmu yang terus dikejar sampai ke ujung dunia

Manusia hidup untuk menimba ilmu
Ilmu diharapkan untuk memenuhi jawaban
Aku tahu ilmu tak cukup memenuhi jawaban

Jika manusia tidak bisa memilih
Jadi untuk apa ada surga dan neraka?
Pertanyaan-pertanyaan besar selalu menghantui
Silih berganti memasuki pikiran

Satu hal saja
Sangat sederhana
Menyelami luasnya lautan ikhlas



Bandung, 4 Februari 2010

Minggu, 14 Februari 2010

Jumat, 05 Februari 2010

Resensi Buku Sandiwara Perang dan Perang : Politisasi Terhadap Aktifitas Sandiwara Modern Masa Jepang

Judul : Sandiwara Perang dan Perang : Politisasi Terhadap Aktifitas Sandiwara Modern Masa Jepang
Penulis : Fandy Hutari
Penerbit : Ombak
Tebal : xxii + 146 halaman
Terbit : 2009



Sandiwara mengalami perubahan fungsi, dari sarana hiburan pada masa Hindia Belanda, berubah menjadi sarana propaganda yang efektif untuk mengindoktrinasi masyarakat terutama Jakarta. Hal ini terjadi secara "terang-terangan" pada masa pendudukan Jepang. Pada 5 Maret 1942 Jakarta jatuh ke tangan balatentara Jepang. Kemudian pada 8 Maret 1942, pemerintah kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang atas seluruh Hindia Belanda, berdasarkan hasil perundingan di Kalijati, Subang, Jawa Barat. Pasca penyerahan atas Hindia Belanda itu wilayah Jawa dan Madura diduduki oleh Tentara Angkatan Darat ke-16 (Rikugun), yang berpusat di Jakarta.

Cikal Bakal Sandiwara Modern Indonesia

Cikal bakal sandiwara modern Indonesia muncul pada dekade akhir abad ke-19, tepatnya tahun 1891. Pelopornya adalah August Mahieu, seorang Indo-Perancis, yang mengadakan opera Barat dengan bahasa Melayu. August Mahieu membentuk suatu perkumpulan sandiwara bernama Komedi Stamboel di Surabaya. Komedi Stamboel mengadalkan pertunjukkan keliling Pulau Jawa dan secara keseluruhan pertunjukkan ini sukses, terutama di Jakarta. Sukses ini disebabkan karena komedi Stamboel dapat memenuhi selera publik Hindia Belanda, yang terdiri atas berbagai lapisan bangsa. Pada 1906, August Mahieu meninggal di Bumi Ayu (sebuah desa di Brebes selatan Jawa Tengah), tetapi hal ini tidak membuat hiburan seni panggung sejenis ikut mati.

Perkumpulan-perkumpulan sejenis banyak berdiri di berbagai kota besar di Indonesia, terutama di Jakarta. Perkumpulan-perkumpulan itu antara lain Komedi Opera stamboel, Opera Permata Stamboel, Indera Ratoe, Wilhelmina, Sinar Bintang Hindia, Indera Bangsawan. Sukses diraih oleh dua perkumpulan yang disebutkan terakhir, maka pada masa ini istilah Komedi Bangsawan juga dikenal masyarakat untuk menyebut jenis perkumpulan-perkumpulan sandiwara serupa.

Selain itu, di Jakarta juga muncul perkumpulan sandiwara Indo-Tionghoa pertama, yaitu Soei ban Lian yang didirikan pada 1911 oleh Teng Poei Nio. Jenis perkumpulan ini menyajikan cerita-cerita klasik Tionghoa.

Pada 1925, dimulai suatu pembaharuan oleh beberapa perkumpulan sandiwara yang baru berdiri maupun yang sudah mengadakan pertunjukkan di Jakarta. Perkumpulan-perkumpulan yang muncul pada tahun ini merombak beberapa traisi yang telah lazim pada zaman stambul, bangsawan atau opera. Perombakabn-perombakan tersebut menandai sejarah perkembangan naskah dan sandiwara Indonesia, yang menjadi satu pembenihan pertama sandiwara modern, dalam arti seperti yang dikenal sekarang.

Perkumpulan Sandiwara Miss Riboet Orion, yang dipimpin oleh Tio Tek Djien dan didirikan pada 1925 di jakarta, adalah salah satu pelopor erubahan dalam dunia sandiwara. Sebagaimana seni sandiwara Barat abad ke-19, pada masa ini berlaku sistem bintang serta pemimpin artis perkumpulan. Maka dimulailah masa sandiwara modern, yang telah mendekati perkembangan sandiwara modern di Barat.

Fasisme di Panggung Sandiwara

Jepang memilih sandiwara sebagai alat propaganda karena sadiwara dapat menggelorakan perasaan orang banyak. Untuk itu, sandiwara difokuskan pemerintah guna mendukung peperangan yang sedang dilakukan Jepang. Berbagai organisasi untuk menangani dan mengawasi kegiatan seni sandiwara, dibentuk pemerintah di Jakarta.

Awalnya Jepang berusaha memperbaiki kesenian andiwara dan membangkitkan kesenian ini terlebih dahulu, melalui organisasi yang dibentuk pada awal pendudukan. Tahun 1943 tema yang hadir adalah gagasan lingkungan bersama di Asia Timur Raya, pengerahan romusa, hiburan untuk prajurit-prajurit Jepang dan pengorbanan menyumbang pendapatan pertunjukkan untuk organisasi mliter Jepang. Dari tahun 1944 sampai tahun 1945 tema-tema propaganda lebih ditekankan pada masalah pembelaan tanah air, peningkatan produksi pertanian, pengerahan romusha, sumbangan pendapatan untuk perang, hiburan untuk prajurit-prajurit Jepang secara cuma-cuma, semangat perang dan janji kemerdekaan. Jakarta merupakan kota pusat pemerintahan Jepang di Jawa, sekaligus kota yang menjadi tempat pertumbuhan seni sandiwara tidak lepas dari propaganda pemerintah.

Kamis, 04 Februari 2010

Mengapa Kembali Ke Kearifan Timur?

Judul : The Dance Of Change : Menemukan Kearifan Melalui Kisah-Kisah Kebijaksanaan
Timur
Penulis : Jusuf Sutanto
Penerbit : PT Kompas Media Nusantara
Tebal : xxx + 278 halaman
Terbit : Cetakan Pertama, Desember 2009
Cetakan Kedua, Januari 2010




Tugas pendidikan adalah memberdayakan manusia supaya bisa mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya dan jati dirinya di tengah alam semesta (to be). Dan jangan sampai di reduksi hanya hidup sekadar untuk mencari kesenangan dan memiliki harta, jabatan (to have).

Pintar, menurut konsep Barat diukur dan diberi nilai intelligence quotient (IQ) dan dibedakan dengan emotional quotient (EQ) yang keduanya berkaitan dengan bagian otak kiri dan kanan. Menurut pandangan Timur, pintar adalah 2 (two) in 1(one), merupakan proses terus menerus dalam mendengar, melihat dan menyimpan ke dalam hati yang dilakukan siang dan malam.

Ilmu pengetahuan juga digambar dengan menggabungkan antara "belajar" dan "bertanya". Jadi, ilmu pengetahuan adalah proses memahami apa saja, bukan suatu pengetahuan tentang spesialisasi tertentu seperti yang kita kenal.

Dua ratus tahun setelah ditemukan mesin uap (James Watt 1736-1819) dan listrik (Faraday) 1830), Thomas Alva Edison, 1847-1931, dunia dengan drastis mengalami penggundulan, penurunan keanekaragaman hayati, udara - air - tanah dicemari, pemanasan global dan perubahan iklim. Maka, kini manusia atas nama ilmu pengetahuan telah membakar dan merusak Bumi tempat tinggalnya sampai pada tingkat yang membahayakan keberlanjutannya.

Ilmu untuk membuat petasan telah diubah menjadi senjata, bahkan ada yang bisa menjadi pemusnah massal. Perang dan kekerasan yang tidak bisa menyelesaikan masalah bahkan dijadikan ajang untuk berdagang senjata.

Ilmu ekonomi yang diharapkan bisa memperbaiki kehidupan bersama melalui free-trade malah menjadi unfair-trade. Ilmu mengelola keuangan malah membuat krisis keuangan global.

Ideologi yang diharapkan memperbaiki kehidupan bersama akhirnya menjadi kendaraan untuk menampilkan egoisme pemimpinnya atau partai yang berkuasa atau negara adikuasa. Agama dan sistem kepercayaan yang diharapkan menjadi juru damai malahan menjadi sumber konflik yang berkepanjangan.

Teknologi informasi dipakai bukan untuk mempersatukan, tetapi menyebarkan hal-hal yang bersifat disintegratif bagi kehidupan bersama. Ironisnya semua ini terjadi dalam era luar biasa yang menunjukkan kreativitas manusia dalam melakukan inovasi teknologi seperti nano dan menjelajah angkasa luar.

Sudah saatnya manusia mengubah cara memandang dunia. Nafsu menaklukkan dan mengeksploitasi alam dan sesama manusia harus dikikis habis. Manusia harus berpikir dan bertindak selaras dengan tarian alam yang terus berubah.

Buku setebal 278 halaman ini ibarat oase di padang pasir. Mempertemukan ilmu pengetahuan dan kearifan dari orang bijak yang hidup di zaman dahulu. Dengan kata lain, membaca buku ini bisa mempertemukan akar kearifan masa lalu untuk membangun masyarakat modern.

Kembali Ke Alam semesta dan Tradisi Daerah

Hari Rabu, hari yang bersejarah buatku. Di hari ini tanpa terasa aku digiring oleh Sang Pencipta untuk kembali ke alam dan tradisi. Benar-benar tanpa direncanakan sebelumnya. Mengalir apa adanya. Pertama-tama kemarin sore hari Selasa, tetehku teh Iyang nelpon untuk kasih tau mau transfer buat aku dan keluarga, dari bulan kemarin mulai rutin lagi kasih uang bulanan buat aku. Terus tiba-tiba kasih tau tentang payung yang ga dikasihin sama pegawai Baraya Travel ke aku. Kejadiannya lumayan panjang, tepatnya pada tanggal 3 Januari 2010. Alhasil, teteh minta ganti rugi atas kerugian hilang payung ke pegawai Baraya Travel itu. Tau sendiri sifat tetehku itu keras kepala. Parahnya aku harus ikut2an minta tanggung jawab ke petugas itu. Besok sesuai perjanjian mau ganti pake uang aja soalnya payung udah hilang. Kasian pegawai itu sampe minta maaf berulang-ulang. Masa aku harus langsung ke Dago hari itu juga cuma buat ambil uang ganti rugi itu. Aku berpikir ga bisa hari ini.

Siang baru berangkat bareng mama. Ngambil uang transfer dari teh Iyang di ATM. Menuju Dago deh. Di Dago nunggu lama banget, untung ada Gampoeng Atjeh jadi bisa sambil makan disitu. Kasian mamah ga suka bumbu masakan Aceh, rada aneh katanya. Tapi mamah suka banget sama kopinya, favorit banget katanya. Baru jam 4 sore lebih mba Eka yang dititipin sama pegawai Baraya Travel itu baru muncul. Habis dari Baraya Travel Dago terus menuju Toko Buku Gramedia - Jl Merdeka, Bandung. Disana seperti biasa aku hunting buku-buku baru. Bulan ini belum baca buku. Bener-bener haus ilmu, hihi..:P
Ga disangka-sangka aku terpesona sama buku yang berjudul "The Dance Of Change : Menemukan Kearifan Melalui Kisah-Kisah Kebijaksanaan Timur" - Jusuf Sutanto. Dari pertama baca isinya udah jatuh hati. Beruntung ada satu buku yang udah terbuka plastiknya. Isinya bagus banget. Bener-bener bagus, bener-bener arif dan bijaksana banget. Tapi sebentar muter2 cari2 buku yang lain. Lumayan lama juga eh.. balik lagi ke buku itu. Alhasil beli buku itu deh. Ada lagi selain itu buku "Geliat Bahasa Selaras Zaman", isinya juga bagus dan unik aja. Belum baca sampai jauh banget. Yang jelas hari ini beli dua buku itu.

Dari Gramedia naik angkot Kalapa-Ledeng. Ngga disangka-sangka ketemu pak Lucky (dosen di kampus). Aduh kaget juga. Tapi biasa aja aku menyapanya. Turun di jalan Lengkong Besar. Biasa nganterin mamah beli Boloe Kodja yang udah di incer mamah jauh2 hari. Tempatnya bener-bener klasik banget. Bener-bener zaman dulu banget deh. Udah gitu mampir di pasar Kordon, belanja dulu. Trus mampir ke rumah Bi Tia di Pasir Pogor buat beli bolu tape (resep dari zaman dulu kan?). Ngobrol2 di Bi Tia bener2 dapet inspirasi. Kata2 Bi Tia yang terngiang2 terus, "ayeuna mah teu usum cari2 kasalahan batur, ayeuna mah usum na gawe". Trus kata2 Mang Nanang "saprak aya perdagangan bebas Cina ASEAN usaha ayeuna teh rada sesah janten kedah kreatif, pan ieu teh menggali potensi daerah, teu aya salah na ngangkat potensi sunda". Setuju banget.

Dari rumah Bi Tia mampir ke Apotek dulu. Trus pulang deh. Lumayan malem juga soalnya nunggu lumayan lama sampe hujan mulai rada reda. Soalnya ga bawa payung.

Dipikir2 hari ini aku bener2 ditarik untuk sadar diri akan alam sekitar dan tradisi daerah sendiri. Makasih Allah swt telah memberi pelajaran berharga untuk hari ini.


Bandung, 3 Februari 2010 (dari kurang lebih jam 1 siang sampe jam 11 malem).

Jumat, 29 Januari 2010

Bungkam

Perihnya hak rakyat dirampas
Keringat rakyat bercucuran demi sesuap nasi
Di seberang sana para elite bergelimangan harta
Menikmati kenikmatan duniawi tiada henti

Rakyat telah kehilangan sebuah keadilan
Merintih-rintih kesakitan
Diseberang sana para elite bebas dari hukuman
Menikmati fasilitas mewah dalam tahanan

Semua bungkam
Akankah terus bungkam?

Tetesan air mata telah membanjiri negeri ini
Hanya sebongkah mimpi dan harapan
Keberanian melawan bungkam
Tekadkan hati untuk terus berjuang


Bandung, 29 Januari 2010
Arlin Widya Safitri

Gerakan 28 Januari

Saatnya kami berjuang
Saatnya kami melawan
Saatnya kami berteriak
Saatnya kami bergerak

Lelah kami disuguhi janji-janji manis
Lelah kami dengan kelakuan-kelakuan koruptor
Lelah kami terkena wabah penyakit korupsi
Lelah kami melihat mafia-mafia hukum
Lelah kami terhimpit sesaknya ekonomi

Saatnya kami berjuang
Saatnya kami melawan
Saatnya kami berteriak
Saatnya kami bergerak

Rindunya kami terhadap keadilan
Rindunya kami terhadap kebenaran
Rindunya kami terhadap kedamaian
Rindunya kami terhadap kesejahteraan rakyat

Saatnya kami berjuang
Saatnya kami melawan
Saatnya kami berteriak
Saatnya kami bergerak

Selamatkan rakyat dari jerat janji-janji manis
Selamatkan rakyat dari ketidakadilan
Selamatkan rakyat dari wabah penyakit korupsi
Selamatkan rakyat dari kemiskinan



Bandung, 28 Januari 2010
Arlin Widya Safitri

Cerita-cerita PP Cirebon - Jatinangor

belum sempet post...

Ketika Aku Gila Cinta

Tak disengaja aku menemukan buku kecil berjudul
Ketika Aku Gila Cinta
Tulisan-tulisannya sangat menggugah
Tulisan-tulisannya kental dengan nuansa cinta

Aku mulai meresapi kata-kata yang dibuat
Serasa memasuki relung hati
Serasa melihat cermin yang memantulkan diri

Cinta hampir selalu dimaknai seksualitas
Cinta hampir selalu dimaknai kejorokan
Cinta hampir selalu dimaknai birahi yang meledak-ledak
Cinta itu bukan hal yang demikian
Cinta itu keindahan
Cinta itu kesucian hati
Hanya orang-orang bijak yang dapat
memelihara cinta tumbuh subur.

Teringat kisah Qais dan Laila
Cinta yang terhalang oleh tembok tradisi
dan norma-norma agama
Mengingat kisah itu, aku merasa masih beruntung
Entah apa yang menjadi tembok penghalang bagiku
Mungkin juga hal yang serupa

Sungguh berani penulis kata-kata ini
Berani mengungkapkan suara-suara cinta
Sesuatu yang dianggap tabu dalam tradisinya
Banyak hal yang kupetik darinya
Meski berbeda budaya namun tetap memiliki
nilai yang sama



Cirebon, 24 Januari 2010
Arlin Widya Safitri

Minggu, 17 Januari 2010

rreturn...

coming soon...

sengaja bikin post kosong

peer bwt pulang kkn...
so tungguin...

miss u...

kangen nulis...

salam perpisahan sblum kkn

puasa nge-blog, nge-facebook, nge-net, jauh dr perkotaan...

Pesona Alam Kawah Putih

Pagi menjelang siang, ketika hujan rintik-rintik
aku datang untuk pertama kali
ke dalam dinginnya udaramu
ke dalam kesejukkanmu
dan ke dalam kabutmu

Setiap orang mengagumi pesona keindahanmu
yang begitu menggugah, begitu alami
putihmu, hijaumu dan birumu
perpaduan alam yang sempurna

Aku cinta padamu, Kawah Putih yang dingin
airmu adalah ketenangan jiwa yang abadi
kabutmu adalah kesucian hati nan putih bersih
hutanmu adalah pelindung alam
cintamu dan cintaku hanya bersembunyi di dalam hati

Siang itu ketika dingin menyelimuti hati dan pikiran
aku teringat akan suatu hal
setengah berbisik aku berucap "suatu hari nanti
aku akan kembali disini bersama sang pujaan hati"
kamu menjadi saksi ucapan janjiku itu

"Hidup adalah soal pencarian,
menghadapi berbagai pertanyaan besar
tanpa kita bisa menemukan sebuah jawaban
terus mengayuh, mengayuh dan mengayuh
untuk menemukan sebuah jawaban
akan kebenaran hidup, tetap semangat"

Kawah Putih sungguh indah pesonamu
aku sangat mengagumimu
dan aku berjanji akan kembali untukmu



Bandung, 17 Januari 2010
Arlin Widya Safitri

Suasana Malam di The Valley (Dago)

malam itu, ketika cahaya-cahaya lampu bersinar
menerangi alam ini, menambah keindahan malam
waktu makan malam telah tiba
aku, kakakku, auyama chan dan pak wawan
menuju buaianmu

kamu suguhkan kenikmatan duniawi
makanan-makanan lezat
minuman-minuman hangat
pelayan-pelayan ramah
orang-orang berkelas atas pengunjung setiamu
aku akrab menyebut mereka borjuis
dan aku salah satu diantaranya malam ini
sungguh malam yang setengah membosankan

disini tak ada yang berbeda
disini hanyalah membeli pemandangan
begitu mahalnya harga sebuah pemandangan
pemandangan, mungkin itu yang membuatku
nyaman, senang, tersenyum untuk malam ini
aku tak ingin munafik, aku menikmati malam ini

sungguh aku berada di tempat tinggi saat ini
aku dapat melihat keindahan malam
hampir seluruh daerah Bandung seolah di hadapan mata

meski tempat ini untuk para borjuis
bagi aku, kakakku, auyama chan dan pak wawan mungkin tak berlaku
tak ada kata beda bangsa
tak ada kata bekas penjajah - dijajah
tak ada kata seorang sopir
semua melebur menjadi satu
menambah keindahan dengan makna kebersamaan



Bandung, 16 Januari 2010
Arlin Widya Safitri

Maribaya

Sore itu, aku menyempatkan diri mengunjungimu
meski hanya sesaat aku dapat menikmatinya
pesona air terjun yang deras
pesona pepohonan yang lebat

Ingin aku menelusuri jalan setapak ini
menuju jalan ini sampai ujung
waktu tak memungkinkan saat ini

Maribaya, pesona alammu
tak kalah dengan yang lain
aku akan menyimpan dalam ingatan



Bandung, 16 Januari 2010
Arlin Widya Safitri

Tangkuban Perahu

Siang menjelang sore, ketika kabut menyelimuti dirimu
tanpa dapat melihat pesona keindahanmu
aku disini mengunjungimu

Lambat laun angin menyapu kabut darimu
sedikit demi sedikit aku dapat melihat kecantikanmu
pesona keindahan yang alami
membuat semua orang berdecak kagum

Ditemani hangatnya jagung bakar
suka cita para pengunjung
kebersamaan kakak adik
melupakan sejenak persoalan hidup

Hujan turun ikut meramaikan suasana
di tengah keindahanmu
di tengah mitos legendamu

Wahai Tangkuban Perahu, aku akan merindukanmu
merindukan keindahan pesona alammu



Bandung, 16 Januari 2010
Arlin Widya Safitri

Minggu, 10 Januari 2010

Ujian Susulan KKNM di LPPM Unpad

Hanya sekedar formalitas. selanjutnya belum sempet post.

Sabtu, 09 Januari 2010

Situasi waktu itu

belum sempet post

Sang Pengecut

Berkumpul dalam ruangan aula. Duduk berjajar rapi. Kertas lembar jawaban dibagikan. Kertas berisi soal-soal ujian pun dibagikan. Satu per satu mulai hening. Entah apa yang ada di pikiran masing-masing.

Lelucon yang tak lucu. Segala cara dihalalkan demi mendapatkan nilai bagus. Bersembunyi di balik punggung teman berbadan besar. Berdiskusi dengan teman sebelah. Diam seorang diri melihat catatan kuliah. Seterusnya dan seterusnya.

Di ruangan aula sebesar itu semua membisu. Seakan semua hal yang wajar. Teringat kata-kata seorang teman "beranikah memberitahu teman yang mencontek?". Dengan semangat aku berkata "berani". Hari ini kata-kata itu pun pupus sudah. Kenyataannya aku hanya sang pengecut.

Andai Soe Hok Gie berada di ruangan aula ini. Aku tahu dia pemberani. Bukan seperti aku, sang pengecut.




Bandung, 9 Januari 2010

puisi Soe Hok Gie (tanpa judul)

Saya mimpi tentang sebuah dunia,
Dimana ulama? buruh dan pemuda,
bangkit dan berkata? Stop semua kemunafikan,
Stop semua pembunuhan atas nama apapun.

Dan para politisi di PBB,
Sibuk mengatur pengangkutan gandum, susu
dan beras,
Buat anak-anak yang lapar di tiga benua,
Dan lupa akan diplomasi.

Tak ada lagi ras benci pada siapa pun,
Agama apa pun, rasa apa pun, dan bangsa
apa pun,

Dan melupakan perang dan kebencian,
Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia
yang lebih baik.

Tuhan ? Saya mimpi tentang dunia tadi,
Yang tak pernah akan datang.


Salem, 29 Oktober 1968
-Soe Hok Gie-

Menuju Sebuah Era Baru

Gunjang-ganjing finansial terburuk sejak Depresi Besar tahun 1930-an sudah mereda. Walaupun sudah terlewati, dampaknya masih terasa sampai saat ini. Krisis finansial yang bermula dari krisis perumahan di Amerika serikat menghasilkan jutaan penganggur karena penutupan perusahaan kecil dan besar, serta merosotnya perdagangan global hingga memperbesar defisit anggaran pemerintah karena harus turun tangan menyelamatkan perekonomian.

Tinjauan Ekonomi 2010 dari Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pada 2010 pertumbuhan ekonomi global sebesar 3,1 persen. Sebagian besar pertumbuhan ini akan di dorong Asia, terutama India dan China. Di dua negara itu, output industri tumbuh dengan kecpatan tertinggi dalam 18 bulan terakhir pada Oktober lalu. Sedangkan untuk tahun 2009, pertumbuhan global minus 1,1 persen.

Sebagaimana dikatakan Presiden Bank Dunia, Robert Zoellick, adalah Asia dengan keberadaan India dan China yang bisa menggerakkan kembali perekonomian global. Pemerintah, swasta dan warga Amerika Serikat sedang terbenam pada masalah utang, yang dalam beberapa waktu ke depan membuat mereka tak berkonsumsi seperti sedia kala.Mungkin dengan alasan inilah pemerintah Indonesia menetapkan tanggal 1 Januari 2010 berlakunya Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China.

Dalam upaya melakukan proses perdagangan bebas ASEAN-China pemerintah Indonesia menghimbau para penggerak ekonomi lokal berbenah diri. Indonesia kini harus menerima produk-produk luar negeri menyerbu pasar lokal. Di bidang teknologi dan informasi yang kini telah marak di Indonesia. Kehadirannya kini telah melahirkan sebuah gaya hidup baru. Misalnya, dalam sebuah acara "e lifestyle" di MetroTV pada minggu terakhir di bulan Desember 2009 membahas tentang adanya "generasi Y" yang akan booming pada 2010 (era millennium). Generasi Y dikatakan generasi yang sudah sangat erat hubungannya antara teknologi dan informasi dengan kebutuhan kehidupan sehari-harinya. Generasi Y ini diperkirakan generasi yang lahir dari tahun 90-an ke atas. Hal tersebut sudah dapat disaksikan dengan menjamurnya laptop, telepon selular yang berakses internet di masyarakat. Fenomena ini tentunya seolah memiliki dua sisi keping koin, yakni dapat berdampak positif maupun berdampak negatif.

Sekedar menengok ke kejadian di masa lalu dengan membaca tulisan Soe Hok Gie berjudul "Sebuah Generasi Yang Kecewa" yang diterbitkan di Sinar Harapan, 5 Maret 1969. Isi tulisan Gie menceritakan keadaan masyarakat Amerika Serikat yang mengalami perubahan besar. Akibat dari kemajuan-kemajuan teknologi, produksi dapat ditingkatkan secara besar-besaran di beberapa tempat. Mobil, TV, mesin cuci dan lain-lain merupakan barang sehari-hari dalam kehidupan. Pendidikan yang dahulu hanya menjadi "previllage" orang-orang kaya kini berubah menjadi sesuatu yang biasa.

Salah satu sendi terpenting dari kemajuan Amerika Serikat saat itu adalah industrialisasi yang berhubungan erat dengan perdagangan. Sektor ini merupakan "pusat" daripada kehidupan Amerika Serikat. Perkembangan yang cepat daripada industrilaisasi dan komersialisasi ini membawa persoalan-persoalan baru yang mengerikan. Salah satu persoalan yang timbul adalah proses dehumanisasi individu-individu. Teror "dehumanisasi" ini begitu besar, sehingga banyak orang akhirnya kehilangan dirinya sendiri. Seorang nyonya rumah yang kebetulan menjadi mahasiswa di Universitas Hawaii berkata dalam sebuah seminar : "Kadang-kadang saya tidak tahu mengapa saya membeli mesin cuci yang baru. Mungkin saya membutuhkannya. Tetapi mungkin karena setiap hari saya membaca iklan-iklan, melihat iklan-iklan TV dan reklame-reklame yang menarik bahwa seorang nyonya rumah yang baik harus punya mesin cuci yang baru. Masyarakat sekitar saya juga membelinya. Akhirnya saya beli, walaupun saya tak tahu mengapa".

Sistem propaganda di Amerika Serikat pada saat itu luar biasa hebatnya berkat penelitian-penelitian psikologi masyarakat. Seorang gadis yang memakai rok mini tidaklah mengetahui dengan pasti apakah ia memang senang memakai rok mini, ataukah karena di TV dan koran-koran bintang film yang cantik menyatakan bahwa rok mini itu baik. Dalam arus propaganda seperti ini manusia-manusia biasa akhirnya tidak lagi menentukan dirinya sendiri tetapi ditentukan oleh masyarakat (selera propaganda).

Itulah isi tulisan Gie secara singkat ketika ia berkesempatan melawat ke Amerika Serikat dan Australia selama hampir 75 hari bersama wakil mahasiswa dari berbagai negara.

Akankah hal serupa dapat terjadi di Indonesia saat ini? Ketika diberlakukannya perdagangan bebas ASEAN-China pada 1 Januari 2010 dengan otomatis Indonesia akan dibanjiri produk-produk luar negeri. Masyarakat Indonesia akan dijejali beragam produk baik dari lokal maupun luar negeri. Tak dapat dicegah menjadikan masyarakat Indonesia sebagai masyarakat konsumtif. Sekali lagi mengutip dari tulisan Soe Hok Gie yakni "Bukan saya yang menentukan bahwa warna biru itu manis. Karena semua bilang biru itu manis maka saya juga setuju".

Rabu, 06 Januari 2010

Kepada Pejuang-Pejuang Lama

Kepada Pejuang-Pejuang Lama

Biarlah mereka yang ingin dapat mobil, mendapatnya.
Biarlah mereka yang ingin dapat rumah, mengambilnya.
Dan datanglah kau manusia-manusia
Yang dahulu menolak, karena takut ataupun ragu.

Dan kita, para pejuang lama.
Yang telah membawa kapal ini keluar dari badai
Yang berani menempuh gelombang (padahal pelaut-pelaut lain takut)
(Kau tentu masih ingat suara-suara di belakang..."mereka gila")
Hai, kawan-kawan pejuang lama.
Angkat beban-beban tua, sandal-sandal kita, sepeda-sepeda kita
Buku-buku kita atau pun sisa-sisa makanan kita
Dan tinggalkan kenang-kenangan dan kejujuran kita.
Mungkin kita ragu sebentar (ya, kita yang dahulu membina
kapal tua ini
di tengah gelombang, ya kita betah dan cinta padanya)

Tempat kita, petualang-petualang masa depan dan pemberontak-
pemberontak rakyat
Di sana...
Di tengah rakyat, membina kapal-kapal baru untuk tempuh
gelombang baru.
Ayo, mari kita tinggalkan kapal ini
Biarlah mereka yang ingin pangkat menjabatnya
Biarlah mereka yang ingin mobil mendapatnya
Biarlah mereka yang ingin rumah mengambilnya.
Ayo,
Laut masih luas, dan bagi pemberontak-pemberontak tak ada
tempat di kapal ini. (Teks sudah disesuaikan denagn EYD)


Desember 1965

kampus

belum sempet post