Masa kecil bagaikan pelangi di pagi hari
Penuh warna-warni
Cerah
Pancarkan kebahagiaan
Tubuh mungil berlari riang gembira
Wajah mungil pancarkan senyuman
Canda tawa bermain teman sebaya
Mengisi hari tanpa beban
Sayang tak semua merasakan semua itu
Ada sebagian anak-anak merasakan pahitnya hidup
Sebagian menjadi korban gas elpiji
Sebagian terlantar di jalanan
Sebagian tak mengenal ayah dan ibu tercinta
Ada pula yang mengakhiri hidup akibat kerasnya kehidupan
Senyuman polos seolah lenyap
Canda tawa mendadak hilang
Kembalikan semua itu
Bagi malaikat-malaikat kecil
Arlin Widya Safitri
Bandung, 23 Juli 2010 (Memperingati Hari Anak Nasional)
Senin, 26 Juli 2010
Kamis, 15 Juli 2010
Puisi BJ Habibie Utk Alm. Ibu Ainun Bagikan
27 Mei 2010 jam 10:38
Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu.
Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya,
dan kematian adalah sesuatu yang pasti,
dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.
Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat,
adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.
Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.
Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang, pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada,
aku bukan hendak megeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.
Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang,
tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik.
mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua, tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.
Selamat jalan,
Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya,
kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.
selamat jalan sayang,
cahaya mataku, penyejuk jiwaku,
selamat jalan,
calon bidadari surgaku ....
*puisi BJ Habibie Utk Alm.Ibu Ainun*
sumber: email berantai ;)
Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu.
Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya,
dan kematian adalah sesuatu yang pasti,
dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.
Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat,
adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.
Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.
Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang, pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada,
aku bukan hendak megeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.
Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang,
tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik.
mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua, tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.
Selamat jalan,
Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya,
kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.
selamat jalan sayang,
cahaya mataku, penyejuk jiwaku,
selamat jalan,
calon bidadari surgaku ....
*puisi BJ Habibie Utk Alm.Ibu Ainun*
sumber: email berantai ;)
Senin, 12 Juli 2010
Spanyol Sang Juara
Berjuta pasang mata memandangmu
Berjuta manusia mengharapkanmu
Berjuta manusia bersatu dari malam sampai pagi hari
Kegigihan menjadi sebuah keberhasilan
Semangat pantang mundur menjadi sebuah keberhasilan
Perjuangan menjadi sebuah keberhasilan
Kebersamaan menjadi sebuah keberhasilan
Gol! Gol! Gol!
Semangat! Semangat! Semangat!
Sebuah penantian yang begitu melelahkan
Penantian menuju gerbang kemenangan
Hidup Spanyol! Hidup Spanyol!
Spanyol Sang Juara!
Arlin Widya Safitri
Bandung, 12 Juli 2010
Berjuta manusia mengharapkanmu
Berjuta manusia bersatu dari malam sampai pagi hari
Kegigihan menjadi sebuah keberhasilan
Semangat pantang mundur menjadi sebuah keberhasilan
Perjuangan menjadi sebuah keberhasilan
Kebersamaan menjadi sebuah keberhasilan
Gol! Gol! Gol!
Semangat! Semangat! Semangat!
Sebuah penantian yang begitu melelahkan
Penantian menuju gerbang kemenangan
Hidup Spanyol! Hidup Spanyol!
Spanyol Sang Juara!
Arlin Widya Safitri
Bandung, 12 Juli 2010
Ladang Yang Kini Gersang
Ladang yang dahulu hijau
Ladang yang dahulu digenangi air
Ladang yang dahulu tempat bermain burung-burung kecil
Pagi hari dihiasi embun pagi
Pagi hari dihiasi tanaman hijau melambai-lambai
Pagi hari dihiasi kicauan burung-burung kecil sambil menari-nari di angkasa
Dalam hitungan waktu semua telah berlalu
Ladang yang kini gersang
Ladang yang kini tak lagi digenangi air
Ladang yang kini bukan lagi tempat bermain burung-burung kecil
Pagi hari dihiasi bebatuan
Pagi hari dihiasi buldoser
Pagi hari dihiasi pekerja-pekerja membangun kerajaan bagi Sang Raja
Arlin Widya Safitri
Bandung, 04 Juli 2010
Ladang yang dahulu digenangi air
Ladang yang dahulu tempat bermain burung-burung kecil
Pagi hari dihiasi embun pagi
Pagi hari dihiasi tanaman hijau melambai-lambai
Pagi hari dihiasi kicauan burung-burung kecil sambil menari-nari di angkasa
Dalam hitungan waktu semua telah berlalu
Ladang yang kini gersang
Ladang yang kini tak lagi digenangi air
Ladang yang kini bukan lagi tempat bermain burung-burung kecil
Pagi hari dihiasi bebatuan
Pagi hari dihiasi buldoser
Pagi hari dihiasi pekerja-pekerja membangun kerajaan bagi Sang Raja
Arlin Widya Safitri
Bandung, 04 Juli 2010
Jumat, 09 Juli 2010
Terbaring
Terbaring di tempat tidur
Ditemani selimut tebal
Beragam obat menghiasi sudut ruang
Kasih sayang ibu menyertai
Tak luput do'a terucap
Mungkinkah Tuhan amat menyayangiku?
Arlin Widya Safitri
Bandung, 3 - 5 Juli 2010
Ditemani selimut tebal
Beragam obat menghiasi sudut ruang
Kasih sayang ibu menyertai
Tak luput do'a terucap
Mungkinkah Tuhan amat menyayangiku?
Arlin Widya Safitri
Bandung, 3 - 5 Juli 2010
Kakek Tua
Di kala senja
Kakek tua pamit
Menyelusuri jalan-jalan
Ditemani sunyi dan langit malam
Ingin hati menjerit
Tak tahu pada siapa mengadu
Karib kerabat tak lagi bersahabat
Kakek tua tergilas feodalisme kehidupan
Arlin Widya Safitri
Parakan Asri - Bandung, 03 Juli 2010
Kakek tua pamit
Menyelusuri jalan-jalan
Ditemani sunyi dan langit malam
Ingin hati menjerit
Tak tahu pada siapa mengadu
Karib kerabat tak lagi bersahabat
Kakek tua tergilas feodalisme kehidupan
Arlin Widya Safitri
Parakan Asri - Bandung, 03 Juli 2010
Mengerti
Bergulirnya waktu
Membuka mata hati
Kali ini mengerti
: aku dan kamu sama
Arlin Widya Safitri
Bandung, 02 Juli 2010
Membuka mata hati
Kali ini mengerti
: aku dan kamu sama
Arlin Widya Safitri
Bandung, 02 Juli 2010
Santapan Makan Malam
Santapan makan malam ini begitu ragam cita rasa
Motivasi, kerja keras, ikhlas, kebersamaan, penuh inspirasi
Negeri yang kini tak punya mimpi
Kembali menaruh harapan
Harapan bukan euforia sesaat
Harapan ibarat pembalut luka lama yang menganga
Satu hal saja "Jangan putus asa!"
Bangkit! Berusaha!
Arlin Widya Safitri
Bandung, 02 Juli 2010
Motivasi, kerja keras, ikhlas, kebersamaan, penuh inspirasi
Negeri yang kini tak punya mimpi
Kembali menaruh harapan
Harapan bukan euforia sesaat
Harapan ibarat pembalut luka lama yang menganga
Satu hal saja "Jangan putus asa!"
Bangkit! Berusaha!
Arlin Widya Safitri
Bandung, 02 Juli 2010
Pasrah
Sudahlah jangan banyak bermimpi
Sudahlah jangan banyak berangan-angan
Di negeri ini hanya uang yang berbicara
Pasrah sajalah kau!
"Tetap pasrah melihat anak-anak bangsa ini menanti ajal?"
Itu jalan terbaik!
Tak ada mimpi di negeri ini
Arlin Widya Safitri
Bandung,02 Juli 2010
Sudahlah jangan banyak berangan-angan
Di negeri ini hanya uang yang berbicara
Pasrah sajalah kau!
"Tetap pasrah melihat anak-anak bangsa ini menanti ajal?"
Itu jalan terbaik!
Tak ada mimpi di negeri ini
Arlin Widya Safitri
Bandung,02 Juli 2010
Kamis, 01 Juli 2010
Juni
Juni...
Aku mulai mengenal dunia
Juni...
Menapaki jalan setapak demi setapak
Juni...
Dalam buaian kasih sayang ayah dan ibu
Juni...
Mempelajari alam semesta
Juni...
Suka - duka, canda - tangis, manis - pahit dilalui
Juni...
Pertama kali melewati hari demi hari tanpa kasih sayang ayah
Juni...
Saksi bisu kesepianku
Juni...
Akankah ku sanggup bertemu denganmu lagi?
Arlin Widya Safitri
Bekasi, 29 Juni 2010
Aku mulai mengenal dunia
Juni...
Menapaki jalan setapak demi setapak
Juni...
Dalam buaian kasih sayang ayah dan ibu
Juni...
Mempelajari alam semesta
Juni...
Suka - duka, canda - tangis, manis - pahit dilalui
Juni...
Pertama kali melewati hari demi hari tanpa kasih sayang ayah
Juni...
Saksi bisu kesepianku
Juni...
Akankah ku sanggup bertemu denganmu lagi?
Arlin Widya Safitri
Bekasi, 29 Juni 2010
Merasa Paling Benar
Harta, tahta, wanita menyilaukan pandangan manusia
Merasa paling benar kilauan paling berbahaya
Memaki orang lain tanpa mau dimaki
Membuka kesalahan orang lain dengan menutupi kesalahan diri
Memaksa orang lain minta maaf atas kesalahan diri
Memakai topeng dalam menjalani kehidupan
Arlin Widya Safitri
Bekasi, 26 Juni 2010
Merasa paling benar kilauan paling berbahaya
Memaki orang lain tanpa mau dimaki
Membuka kesalahan orang lain dengan menutupi kesalahan diri
Memaksa orang lain minta maaf atas kesalahan diri
Memakai topeng dalam menjalani kehidupan
Arlin Widya Safitri
Bekasi, 26 Juni 2010
Omong Kosong!
Uang,
Harta,
Keluarga,
Teman
Omong kosong!
Malapetaka timbul dari semua itu
Arlin Widya Safitri
Bekasi, 26 Juni 2010
Harta,
Keluarga,
Teman
Omong kosong!
Malapetaka timbul dari semua itu
Arlin Widya Safitri
Bekasi, 26 Juni 2010
Hati Yang Tak Terbaca
Huruf-huruf terhampar begitu jelas di eja
Kata-kata nyaring begitu jelas di dengar
Sorot mata berbinar begitu memancarkan berjuta makna
Satu hal saja
Hati yang tak terbaca
Arlin Widya Safitri
Bogor, 25 Juni 2010
Kata-kata nyaring begitu jelas di dengar
Sorot mata berbinar begitu memancarkan berjuta makna
Satu hal saja
Hati yang tak terbaca
Arlin Widya Safitri
Bogor, 25 Juni 2010
Akhirnya Kau Rasa
Perih yang selama ini menemani
Kian lekat menemani hari-hari
Dimana kau tak pernah mengetahui
Kau tersenyum diatas perihku
Saat kau tak mengetahui
Saat kau tak peduli
Saat kau tak menginginkan
Harapan yang membuatku bertahan
Harapan itu telah sirna
Berganti menjadi ikhlas
Akhirnya kau rasa
Semua rasa yang pernah berlalu
Akhirnya kau rasa
Perihku
Akhirnya kau rasa
Tak dihiraukan, tak dipedulikan, tak diinginkan
Arlin Widya Safitri
Bogor, 25 Juni 2010
Kian lekat menemani hari-hari
Dimana kau tak pernah mengetahui
Kau tersenyum diatas perihku
Saat kau tak mengetahui
Saat kau tak peduli
Saat kau tak menginginkan
Harapan yang membuatku bertahan
Harapan itu telah sirna
Berganti menjadi ikhlas
Akhirnya kau rasa
Semua rasa yang pernah berlalu
Akhirnya kau rasa
Perihku
Akhirnya kau rasa
Tak dihiraukan, tak dipedulikan, tak diinginkan
Arlin Widya Safitri
Bogor, 25 Juni 2010
Sang Kekasih Hati Pahlawan Bangsa
Sang kekasih hati pahlawan bangsa dahulu dipuja
Sang kekasih hati pahlawan bangsa dahulu dihormati
Sang kekasih hati pahlawan bangsa dahulu disegani
Roda kehidupan telah berputar
Menggilas denyut nadi Sang kekasih hati pahlawan bangsa
Keadilan pun kini enggan bersenggama
Jasa di masa lalu menjadi angin lalu
Tersengal-sengal menjalani carut-marut hukum negeri ini
Malang nian nasibmu kini
Arwah-arwah pahlawan bangsa tak akan damai melihat semua ini
Akan ada sesal berjuang sepenuh hati demi nusa bangsa
Arlin Widya Safitri
Bandung, 23 Juni 2010
Sang kekasih hati pahlawan bangsa dahulu dihormati
Sang kekasih hati pahlawan bangsa dahulu disegani
Roda kehidupan telah berputar
Menggilas denyut nadi Sang kekasih hati pahlawan bangsa
Keadilan pun kini enggan bersenggama
Jasa di masa lalu menjadi angin lalu
Tersengal-sengal menjalani carut-marut hukum negeri ini
Malang nian nasibmu kini
Arwah-arwah pahlawan bangsa tak akan damai melihat semua ini
Akan ada sesal berjuang sepenuh hati demi nusa bangsa
Arlin Widya Safitri
Bandung, 23 Juni 2010
Perempuan dalam Birahi
Perempuan selalu dikatakan sebagai timbulnya nafsu birahi
Perempuan selalu dipojokan dengan tuduhan-tuduhan asing
Begitu kotorkah perempuan?
Semua itu hanyalah fakta yang dijungkirbalikkan
Senjata penangkal rasa ego tinggi dari dalam diri laki-laki
Perempuan hanya sebagai objek
Perempuan hanya sebuah alat pemuas nafsu birahi
Perempuan hanya alat perantara tercapainya rasa ego tinggi
Perempuan dipandang lebih rendah dari binatang-binatang jalang
Perempuan hanya seorang makhluk yang lemah
Arlin Widya Safitri
Bandung, 22 Juni 2010
Perempuan selalu dipojokan dengan tuduhan-tuduhan asing
Begitu kotorkah perempuan?
Semua itu hanyalah fakta yang dijungkirbalikkan
Senjata penangkal rasa ego tinggi dari dalam diri laki-laki
Perempuan hanya sebagai objek
Perempuan hanya sebuah alat pemuas nafsu birahi
Perempuan hanya alat perantara tercapainya rasa ego tinggi
Perempuan dipandang lebih rendah dari binatang-binatang jalang
Perempuan hanya seorang makhluk yang lemah
Arlin Widya Safitri
Bandung, 22 Juni 2010
Moral Diobral
Manusia sejak kecil selalu ditanamkan benih-benih moral
Moral ibarat sebuah patokan jalan ketika berada di persimpangan jalan
Moral tumbuh seiring dengan berjalannya roda kehidupan
Sayang, semua itu hanyalah semu
Moral kini tak lagi berharga
Moral kini tak lagi dijunjung tinggi
Moral kini diobral
Moral kini seribu dapat tiga
Sungguh malang nian nasibmu
Ketika para elite politik mencampakkan moral dengan korupsi
Ketika para penegak hukum mencampakkan moral dengan ketidakadilan
Ketika para ilmuwan hukum mencampakkan moral dengan menggadaikan alam semesta
Ketika para mahasiswa mencampakkan moral dengan plagiat
Ketika para pengajar mencampakkan moral dengan katrol nilai
Ketika para pelajar mencampakkan moral dengan mencontek
Ketika para selebritis mencampakkan moral dengan nafsu birahi
Ketika para pemuka agama mencampakkan moral dengan mengejar nafsu duniawi
Dimana moral kini bersembunyi?
Seolah enggan lagi bercengkrama dengan manusia
Arlin Widya Safitri
Bandung, 22 Juni 2010
Moral ibarat sebuah patokan jalan ketika berada di persimpangan jalan
Moral tumbuh seiring dengan berjalannya roda kehidupan
Sayang, semua itu hanyalah semu
Moral kini tak lagi berharga
Moral kini tak lagi dijunjung tinggi
Moral kini diobral
Moral kini seribu dapat tiga
Sungguh malang nian nasibmu
Ketika para elite politik mencampakkan moral dengan korupsi
Ketika para penegak hukum mencampakkan moral dengan ketidakadilan
Ketika para ilmuwan hukum mencampakkan moral dengan menggadaikan alam semesta
Ketika para mahasiswa mencampakkan moral dengan plagiat
Ketika para pengajar mencampakkan moral dengan katrol nilai
Ketika para pelajar mencampakkan moral dengan mencontek
Ketika para selebritis mencampakkan moral dengan nafsu birahi
Ketika para pemuka agama mencampakkan moral dengan mengejar nafsu duniawi
Dimana moral kini bersembunyi?
Seolah enggan lagi bercengkrama dengan manusia
Arlin Widya Safitri
Bandung, 22 Juni 2010
Racikan Rasa Kopi
Satu nikmat yang tak terbantahkan
Satu nikmat yang tercipta dari alam
Satu nikmat yang memanjakan lidah
Racikan rasa kopi
Tercium aroma khas
Racikan rasa kopi
Paduan rasa yang begitu klasik
Racikan rasa kopi
Ibarat pantulan cermin kehidupan
Ada rasa pahit
Ada rasa manis
Secangkir kopi hangat menghangatkan tubuh dan pikiran
Secangkir kopi hangat menghangatkan hati dan pikiran yang dirundung resah
Arlin Widya Safitri
Bandung, 22 Juni 2010
Satu nikmat yang tercipta dari alam
Satu nikmat yang memanjakan lidah
Racikan rasa kopi
Tercium aroma khas
Racikan rasa kopi
Paduan rasa yang begitu klasik
Racikan rasa kopi
Ibarat pantulan cermin kehidupan
Ada rasa pahit
Ada rasa manis
Secangkir kopi hangat menghangatkan tubuh dan pikiran
Secangkir kopi hangat menghangatkan hati dan pikiran yang dirundung resah
Arlin Widya Safitri
Bandung, 22 Juni 2010
Langganan:
Postingan (Atom)