Sabtu, 09 Januari 2010

Menuju Sebuah Era Baru

Gunjang-ganjing finansial terburuk sejak Depresi Besar tahun 1930-an sudah mereda. Walaupun sudah terlewati, dampaknya masih terasa sampai saat ini. Krisis finansial yang bermula dari krisis perumahan di Amerika serikat menghasilkan jutaan penganggur karena penutupan perusahaan kecil dan besar, serta merosotnya perdagangan global hingga memperbesar defisit anggaran pemerintah karena harus turun tangan menyelamatkan perekonomian.

Tinjauan Ekonomi 2010 dari Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pada 2010 pertumbuhan ekonomi global sebesar 3,1 persen. Sebagian besar pertumbuhan ini akan di dorong Asia, terutama India dan China. Di dua negara itu, output industri tumbuh dengan kecpatan tertinggi dalam 18 bulan terakhir pada Oktober lalu. Sedangkan untuk tahun 2009, pertumbuhan global minus 1,1 persen.

Sebagaimana dikatakan Presiden Bank Dunia, Robert Zoellick, adalah Asia dengan keberadaan India dan China yang bisa menggerakkan kembali perekonomian global. Pemerintah, swasta dan warga Amerika Serikat sedang terbenam pada masalah utang, yang dalam beberapa waktu ke depan membuat mereka tak berkonsumsi seperti sedia kala.Mungkin dengan alasan inilah pemerintah Indonesia menetapkan tanggal 1 Januari 2010 berlakunya Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China.

Dalam upaya melakukan proses perdagangan bebas ASEAN-China pemerintah Indonesia menghimbau para penggerak ekonomi lokal berbenah diri. Indonesia kini harus menerima produk-produk luar negeri menyerbu pasar lokal. Di bidang teknologi dan informasi yang kini telah marak di Indonesia. Kehadirannya kini telah melahirkan sebuah gaya hidup baru. Misalnya, dalam sebuah acara "e lifestyle" di MetroTV pada minggu terakhir di bulan Desember 2009 membahas tentang adanya "generasi Y" yang akan booming pada 2010 (era millennium). Generasi Y dikatakan generasi yang sudah sangat erat hubungannya antara teknologi dan informasi dengan kebutuhan kehidupan sehari-harinya. Generasi Y ini diperkirakan generasi yang lahir dari tahun 90-an ke atas. Hal tersebut sudah dapat disaksikan dengan menjamurnya laptop, telepon selular yang berakses internet di masyarakat. Fenomena ini tentunya seolah memiliki dua sisi keping koin, yakni dapat berdampak positif maupun berdampak negatif.

Sekedar menengok ke kejadian di masa lalu dengan membaca tulisan Soe Hok Gie berjudul "Sebuah Generasi Yang Kecewa" yang diterbitkan di Sinar Harapan, 5 Maret 1969. Isi tulisan Gie menceritakan keadaan masyarakat Amerika Serikat yang mengalami perubahan besar. Akibat dari kemajuan-kemajuan teknologi, produksi dapat ditingkatkan secara besar-besaran di beberapa tempat. Mobil, TV, mesin cuci dan lain-lain merupakan barang sehari-hari dalam kehidupan. Pendidikan yang dahulu hanya menjadi "previllage" orang-orang kaya kini berubah menjadi sesuatu yang biasa.

Salah satu sendi terpenting dari kemajuan Amerika Serikat saat itu adalah industrialisasi yang berhubungan erat dengan perdagangan. Sektor ini merupakan "pusat" daripada kehidupan Amerika Serikat. Perkembangan yang cepat daripada industrilaisasi dan komersialisasi ini membawa persoalan-persoalan baru yang mengerikan. Salah satu persoalan yang timbul adalah proses dehumanisasi individu-individu. Teror "dehumanisasi" ini begitu besar, sehingga banyak orang akhirnya kehilangan dirinya sendiri. Seorang nyonya rumah yang kebetulan menjadi mahasiswa di Universitas Hawaii berkata dalam sebuah seminar : "Kadang-kadang saya tidak tahu mengapa saya membeli mesin cuci yang baru. Mungkin saya membutuhkannya. Tetapi mungkin karena setiap hari saya membaca iklan-iklan, melihat iklan-iklan TV dan reklame-reklame yang menarik bahwa seorang nyonya rumah yang baik harus punya mesin cuci yang baru. Masyarakat sekitar saya juga membelinya. Akhirnya saya beli, walaupun saya tak tahu mengapa".

Sistem propaganda di Amerika Serikat pada saat itu luar biasa hebatnya berkat penelitian-penelitian psikologi masyarakat. Seorang gadis yang memakai rok mini tidaklah mengetahui dengan pasti apakah ia memang senang memakai rok mini, ataukah karena di TV dan koran-koran bintang film yang cantik menyatakan bahwa rok mini itu baik. Dalam arus propaganda seperti ini manusia-manusia biasa akhirnya tidak lagi menentukan dirinya sendiri tetapi ditentukan oleh masyarakat (selera propaganda).

Itulah isi tulisan Gie secara singkat ketika ia berkesempatan melawat ke Amerika Serikat dan Australia selama hampir 75 hari bersama wakil mahasiswa dari berbagai negara.

Akankah hal serupa dapat terjadi di Indonesia saat ini? Ketika diberlakukannya perdagangan bebas ASEAN-China pada 1 Januari 2010 dengan otomatis Indonesia akan dibanjiri produk-produk luar negeri. Masyarakat Indonesia akan dijejali beragam produk baik dari lokal maupun luar negeri. Tak dapat dicegah menjadikan masyarakat Indonesia sebagai masyarakat konsumtif. Sekali lagi mengutip dari tulisan Soe Hok Gie yakni "Bukan saya yang menentukan bahwa warna biru itu manis. Karena semua bilang biru itu manis maka saya juga setuju".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar